Rabu, 28 Januari 2009

Letto, Iman dan Sholat Lail*)



Sapa tau suka menyanyikan lagu Letto?


Letto adalah sebuah grup band yang tergolong pendatang baru di blantika musik Indonesia. Band ini bermarkas di daerah Kadipiro Jogjakarta. Pentolan band ini adalah Noe, anak dari Emha Ainun Najib.


Sebuah postingan di salah satu blog memberi makna atas lagu ini. Secara lengkap, postingan itu berisi sbb:

Ku teringat hati yang bertabur mimpi
Kemana kau pergi cinta
Perjalanan sunyi yang kautempuh sendiri
Kuatkanlah hati cinta

Reff :
Ingatkan engkau kepada embun pagi bersahaja
Yang menemanimu sebelum cahaya
Ingatkan engkau kepada angin yang berhembus mesra
Yang kan membelaimu cinta
Kekuatan hati yang berpegang janji
Genggamlah tanganKu cinta
Ku tak akan pergi meninggalkanmu sendiri Temani hatimu cinta

Back to reff

Siapa yang tak kenal lagu itu?

Hampir semua lapisan masyarakat ngerti betul lagu ini, apalagi saat ini menjadi soundtrack dari salah satu sinetron di televisi swasta. Maka tak heran jika anak kecil, remaja aktivis dakwah atau bukan mengenalnya bahkan mungkin hafal diluar kepala.


Seperti salah satu adik binaan saya. Suatu ketika dia membuka isi lagu di hp saya, salah satunya terdapat lagu sebelum cahaya milik letto. Lagu tersebut didengarnya terus menerus diulang-ulang hingga temen-temen yang lainnya datang.


Sengaja saya mendengarkan dia bernyanyi dan praktis mendengarkan pula apa yang dia nyanyikan.


"Sebelum cahaya"??
Penasaran juga kan ...apa sih maksud lagu itu???
Sampai akhirnya saya bertanya pada dia,
"dik, asyik banget nyanyinya... hmmm...da banyak
kenangan nii...dengan lagu itu??
Dia menjawab, "jelas mbak..banyak kenangan..".
Mbak pingin tahu?? Saya mengangguk..

dan dia mulai menceritakan apa yang dimaksud kenangan tersebut


Kata pertama yang keluar adalah, "itu kan ngingetin kita sama sholat lail mbak?"
Heran dan takjub sebetulnya hati saya, kok bisa ya??
Dia meneruskannya ..


Bait pertama lagu ini menunjukkan kalau Allah selalu mengawasi kita, Allah melihat kita yang sedang tidur tiba-tiba terbangun...


kita pergi untuk ambil air wudhu, maka mengapa disana dituliskan kemana kau pergi...
kemudian kita menegakkan sholat malam, dalam kesunyian, sendiri ketika semua orang tengah terlelap ketika dingin sangat menusuk di tulang, ketika mata masih terkantuk-kantuk. Siapa yang sanggup untuk menjalankannya?


Butuh kekuatan hati untuk melaksanakan raka'at demi raka'at, lantunan ayat2 suci yang kita baca dan dzikir dengan penuh ketawadhuan.


Inilah makna yang dia temukan dalam baris perjalanan sunyi yang kau tempuh sendiri, kuatkan hatimu cinta.


Bait kedua, Allah ingin menentramkan hati kita, Allah mengingatkan bahwa kita tidak sendiri dalam menjalankan sholat Lail, lihatlah ada embun pagi yang selalu menemani kita hingga fajar muncul dari ufuk timur dan rasakanlah sepoi-sepoi angina di sepertiga malam, yang dengan sangat lembut meniup mukena kita.


Sungguh kita tidak sendiri saat sholat Lail ditegakkan. Dan mereka inilah yang dapat kita jadikan saksi di akhirat kelak.


Bait ketiga menerangkan siapa yang punya tekad kuat tersebut?
untuk menegakkan sholat malam setiap hari, setiap malam. Dia adalah orang-orang yang selalu berpegang teguh pada janjinya terhadap Allah.


Janjinya bahwa dia kan selalu menjadikan Allah sebagai Illah dalam hidupnya Subahanallah. ternyata.


*) tulisan ini saya posting dari milis di email saya.

Pemkab Rencanakan Penataan Kembali Bledug Kuwu


Pemkab Grobogan melalui Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) berencana menata kembali kawasan obyek wisata Bledug Kuwu. Beberapa fasilitas obyek wisata yang terletak di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan ini kondisinya sangat memprihatinkan.

Kepala Disporabudpar Pirman mengatakan penataan kawasan Bledug Kuwu ini bukannya tanpa alasan. Dikatakan, kawasan wisata Bledug Kuwu itu sudah dikenal masyarakat luas. “Jika pengunjung banyak, berarti pendapatan juga semakin banyak,” katanya.

Dari pantauan Koran ini, beberapa gardu pandang di objek wisata itu kondisinya memprihatinkan. Lantai kayu yang menjadi lantai gardu itu, beberapa sudah mulai lapuk. Bahkan, satu gardu yang terletak di sebelah ujung timur hampir roboh.

Menurut keterangan salah seorang penjaga, sudah lama tidak ada perbaikan fasilitas di objek wisata seluas 45 hektar itu. Bahkan, tempat parkir kendaraan bermotor juga sangat sempit. “Jika sedang ramai pengunjung, banyak kendaraan tak kebagian tempat parkir,” katanya.

Minimnya fasilitas yang disediakan pengelola juga dikeluhkan oleh beberapa pengunjung. Jono misalnya, warga Kecamatan Pulokulon ini mengatakan suasana obyek wisata Bledug Kuwu sudah mulai kumuh. “Banyak coretan tulisan di gardu, kesannya kurang rapi,” keluhnya.

Minimnya sumber daya manusia di lingkungan Disporabudpar, menurut Pirman menjadi salah satu kendala pihaknya dalam mengembangkan kawasan wisata di Kabuapten Grobogan. Meski demikian, rencana penataan Bledug Kuwu dan beberapa objek wisata lainnya tak akan terganggu. “Dengan pentaan kawasan itu, diharapkan jumlah pengunjung bertambah,” harap Pirman.

Bledug Kuwu Snapshot





Ketika Umat Katolik Purwodadi Peduli konflik Gaza



Kumpulkan Dana Bantuan, Salurkan Lewat PMI

Konflik Palestina-Israel tak hanya mengundang keprihatinan dari umat Islam saja. Di Purwodadi, umat Gereja Katolik Hati Yesus Maha Kudus mencoba mengumpulkan dana bantuan. Rencananya, dana yang terkumpul akan disumbangkan untuk korban sipil agresi militer Israel. Bagaimana caranya?

Suasana misa Sabtu sore umat Gereja Katolik Yesus Maha Kudus Purwodadi sedikit berbeda. Ini lantaran pengurus gereja meletakkan dua kotak setinggi pingang orang dewasa, tepat di depan pintu gereja. Dua kotak berwarna coklat itu akan tetap diletakkan di sana hingga misa Minggu pagi keesokan harinya berakhir.

Pada sisi di kedua kotak itu terdapat sebuah kertas dengan tulisan berukuran besar dan sedikit mencolok. Kotak pertama bertuliskan Sumbangan untu korban perang Israel-Palestina. Sedang kotak disebelahnya, bertuliskan Sumbangan untuk korban banjir Kudus-Pati.

Satu dua umat berdatangan. Bersama itu, seorang ibu tua umat gereja itu berhenti sejenak di depan dua kotak itu. Sesekali ia mengamati tulisan yang ditempel di kotak-kotak itu. “Koh, kotak ini untuk apa?” tanyanya kepada pengurus gereja yang kebetulan berada di dekat kotak itu.

Pria paruh baya itu pun menjelaskan bahwa itu adalah kotak amal bantuan umat gereja untuk korban konflik Gaza dan bencana banjir di Kudus dan Pati. Paham atas penjelasan pengurus gereja itu, ia pun lantas bergegas mengeluarkan dompet yang ia taruh di tas tangannya.

Dengan gesit, ia mengambil lembaran uang kertas di dalam dompetnya. Lantas, dengan susah payah, ia kemudian memasukkan uang itu ke dalam masing-masing kotak. Usai dengan hajatnya itu, ia pun bergegas masuk ke dalam gereja, bergabung dengan ratusan umat yang telah duduk rapi di depan meja altar.

Dua kotak amal itu bukan tanpa maksud ditaruh oleh pengurus gereja. salah seorang pengurus gereja mengatakan kepada Koran ini, jika ide melakukan penggalangan dana untuk konflik Gaza, sudah lama terpikirkan. Hanya saja, ia mengaku belum ada waktu yang tepat.

Seminggu lalu, bersama dewan Paroki gereja, pria yang namanya enggan dikorankan itu mengaku sudah berinisiatif melakukan kegiatan serupa. Mereka pun mencari momen yang tepat. Dipilihnya momen misa hari Sabtu sore (24/1) dan Minggu pagi (25/1) itu bukannya tanpa alasan.

“Kebetulan hari Senin kan ada Imlek, jadi kami menggunakan momen imlek untuk melakukan penggalangan dana,” terangnya penuh semangat. Jadilah dewan gereja kemudian menyiapkan dua kotak yang kemudian ditaruh tepat di depan gereja yang berlokasi di Jalan Jendral Sudirman itu.

Lantas, bagaimana dewan Paroki gereja menyalurkan dana yang terkumpul? Melalui jaringan gerejakah? Ternyata tidak. Paroki gereja lebih memilih pihak yang netral (tak berbau satu golongan agama, red), untuk penyaluran sumbangan itu.

Setelah berembug, akhirnya disepakati jika dana korban konflik Gaza yang terkumpul, nantinya akan dititipkan ke Palang Merah Indonesia (PMI), melalui Forum Kebebasan Umat Beragama (FKUB). Sedangkan dana bantuan korban banjir, akan langsung diberikan ke korban banjir di Kudus dan pati.

Meskipun tak seberapa, ia mengatakan jika bantuan ini lepas dari muatan agama. “Ini murni misi kemanusiaan,” tegasnya.Dengan bantuan ini, mereka ingin menegaskan jika konflik gaza bukanlah konflik antar agama. “Di Palestina sendiri, selain umat muslim, umat nasrani juga banyak yang jadi korban,” bebernya.

Melihat Gerak Elok Penari Muda di Sanggar Purnama Sidi



Tanamkan Rasa Cinta Tari Tradisional Sejak Usia Dini



Ditengah maraknya berbagai permainan modern, sekumpulan anak-anak masih saja mencintai seni tari tradisional. Di sanggar Tari Purnama Sidi, puluhan anak berlatih berbagai macam tari tradisional Jawa. Bahkan, beberapa diantaranya sudah berhasil mengukir prestasi yang menggembirakan. Berikut kisahnya.


Suara alunan Gending Jawa yang mengalun sayup-sayup itu menyita perhatian setiap pengguna jalan yang melintas di Jalan Siswomiharjo Purwodadi. Tak terkecuali saya. Guna mencari sumber suara, Saya lantas berbalik arah mencari tempat yang dimaksud. Akhirnya langkah kaki berhenti pada sebuah rumah, tepat berada di sisi selatan jalan itu.


Di rumah berarsitektur Joglo itu, nampak puluhan anak-anak sedang berlatih menari tarian Jawa. Ternyata, suara gamelan yang tadi terdengar, berasal dari suara mini tape untuk mengarahkan gerakan anak-anak itu.


“Ayo mendaknya jangan lupa, mendak, mendak,” tegas salah seorang instruktur yang belakangan diketahui bernama Tutik. Begitulah, gerakan mendak adalah gerakan yang paling sulit dikuasai anak-anak yang tergabung dalam sanggar tari Purnama Sidi itu.


Ketika instruktur Tutik mengatakan mendak, itu artinya pinggul para anak didiknya harus diturunkan. Kaki harus ditekuk, sementara badan melengkug mengikuti gerakan kaki yang menekuk tadi. Selain Tutik, di sanggar itu juga ada satu instruktur lagi bernama Nanik, yang tak lain adalah kakak kandungnya.


Gerakan ini, kata Tutik si adik, jika dipraktikkan oleh penari pemula yang masih kaku mirip gerakan tiang listrik yang dibengkokkan. Gerakannya belum bisa luwes. “Kaku sekali, lucu, jadi ingin tertawa,” tuturnya sembari tertawa kecil.


Begitulah, selain gerakan dasar mendak, gerakan tangan atau dalam istilah seni tari disebut ukel, juga susah dikuasi. Terlebih oleh penari pemula. Meski demikian, ia terus mengajari anak didiknya dengan sabar.
Yang terpenting bagi Tutik dan Nanik, anak didiknya harus terus senang menari.


Di sanggar yang telah didirikan sejak 20 tahun lalu itulah, kakak beradik Nanik dan Tutik mengajar tarian Jawa pada puluhan anak didiknya. Saat Koran ini bertandang ke sanggar tarinya, 12 anak usia sekolah dasar sedang belajar menari meski cuaca siang itu sedang panas terik.


Di sanggar yag baru dua tahun diberi nama “Purnama Sidi” itu, anak didik Nanik dan Tutik diajari beberapa tari tradisional. Disebutkan, selain tari merak, anak didiknya juga berlatih tari Candi Ayu, Bondan, golek serta beberapa jenis tarian tradisional yang lain.


Mereka berlatih dua kali dalam satu minggu. Seitiap hari Minggu dan Jum’at, siswa sanggar tari Purnama Sidi itu meluangkan waktu bermainnya untuk berlatih tari-tarian Jawa. Pada hari Jum’at, latihan dimulai tepat pada pukul 11.00. “Sedangkan hari minggu, anak-anak biasanya berkumpul mulai pukul 08.00 pagi,” terang Nanik.


Kedua kakak beradik itu memang sengaja membidik segmen anak sekolah dasar sebagai anak didiknya. Sebab, semakin dini usia anak didik berlatih tari, semakin luwes gerakan tubuhnya.


Seperti halnya Nanik, ia belajar tari sejak usia sepuluh tahun. Saat itu, ia diajari tari Jawa oleh kakak sepupunya yang berasal dari Kota Solo. Sejak itu, ia terus mendalami berbagai macam tari. Hingga akhirnya, bersama adiknya Tutik, ia mendirikan sanggar tari itu.


Puluhan tahun mengajar, banyak anak didiknya yang telah mengukir prestasi. Salah satunya Mayang Sari. Gadis cilik yang masih duduk di bangku kelas IV SDN 12 Purwodadi ini, pernah mewakili kota Purwodadi pada kompetisi tari tradisioanl se Jawa Tengah. Saat itu, gerakan tarinya disiarkan oleh stasiun TV lokal di Jawa Tengah.


Senang tak terkira bagi Tutik dan Nanik melihat anak didiknya menari di layar kaca. Meski pulang tanpa raihan juara, nama Mayang tetap dielu-elukan di sanggar tari bahkan di Kota Purwodadi.


Ditanya bagaiamana perasaan Mayang bisa tampil di layar kaca, gadis bermabut ikal itu mengaku senang. Ia tak merasa putus asa meski tak juara.“Tahun Depan akan saya coba lagi,” kata Mayang polos.

Imlek Ditengah Putusnya Generasi

Hanya Lakukan Ritual Penjamasan Benda-benda Suci

Tak ada ornamen Imlek khusus yang disiapkan oleh Pengelola Klenteng Hok An Bio pada perayaan imlek tahun ini. Seperti tahun kemarin dan tahun-tahun sebelumnya, gegap-gempita imlek tak begitu terasa di satu-satunya klenteng di Purwodadi itu.

Satu kegiatan yang agak beda dari hari-hari biasanya, Pengelola Klenteng melakuakn ritual penjamasan (Pensucian, red) benda-benda suci di Klenteng itu. Menurut Parjoko, salah satu penjaga Klenteng, ritual penjamasan telah dilaksanakan seminggu sebelum perayaan Imlek tiba. “Ritual penjamasan telah berlangsung Selasa (20/1) lalu,” terangnya.

Selain ritual penjamasan, hampir tak ada kegiatan yang mencolok lainnya. “Memang Imlek tak dirayakan besar-besaran di sini,” bebernya. Saat imlek tiba, jelas pria yang mengaku memeluk Agama Budha ini, umat Konghucu di Purwodadi hanya melakukan sembahyang seperti biasanya.

Pihaknya memang tak menyiapkan ornamen khusus untuk perayaan imlek. Yang ada hanyalah dua bendera ucapan selamat tahun baru imlek di pintu masuk klenteng. “Itu pun yang memasang dari salah satu sponsor,” terangnya.

Ditambahkan, para pemeluk Tri Dharma (Taoisme, Budha dan Konghucu, red) biasanya melakuakn ritual pada waktu-waktu khusus. Disebutkan, saat pagi hari, satu dua pengunjung melakukan ritual sembahyang di Klentyeng itu.

Parjoko mengatakan, penganut Tri Dharma di Purwodadi saat ini tinggal sedikit. Banyak dari Etnis Tionghoa yang saat ini telah pindah agama lainnya. “Jadi sekarangs embahyangnya tak lagi ke Klenteng,” tuturnya.

Regenerasi Putus, Klenteng Tak Lagi Punya Kader

Perayaan tahun baru China atau yang populer disebut Imlek di Kabuapten Grobogan tak semeriah seperti di kota sekitarnya. Ini Dikarenakan jumlah umat Konghucu di Purwodadi sangat sedikit. Menurut Budi Susanto, pengelola Klenteng Tri Dharma Hok An Bio Purwodadi, saat ini penganut kepercayaan ini tinggal sekitar 30 umat saja.

Hal ini, menurut pria yang bernama asli Njoo Beng Swit karena pihaknya tak punya generasi penerus. “Kaderisasi di klenteng tak jalan,” katanya dengan nada rendah.

Diceritakan, putusnya kaderisasi ini mulai terlihat sejak tahun 1965. Saat pemberontakan G 30 S PKI meletus, etnis Tionghoa mendapat tekanan dari pemerintah. Segala kegiatan yang berbau ritual Konghucu dibatasi.

Etnis Tionghoa kemudian tak lagi diberikebebasan untuk menajalankan kegiatan agama. Termasuk juga mengembangkan kebudayaan seperti Tari Barongsai dan Liong. Bahkan, nama China pun harus ditanggalkan. Budi menambahkan, Warga Tionghoa pun kemudian dipaksa untuk pindah agama.

Mereka yang kala itu berjumlah ratusan pun kemudian banyak yang beralih memeluk agama lain. Diantaranya Kristen, Katolik dan Budha. Setelah, mereka beralih ke agama lain, Klenteng pun sepi pengunjung. Ritual keagamaan mandeg. Regenerasi pun putus tak ada yang meneruskan.

Budi menambahkan, karena banyak yang pindah agama, keluarga dan keturunan mereka pun lantas ikut ritual agama yang baru juga. “Jadi anak cucu mereka kemudian semakin jauh dari Klenteng,” tambahnya.

Di Grobogan sendiri, kata Budi, hanya ada empat Klenteng. Selain Klenteng Hok An Bio yang terletak di Kota Purwodadi, tiga klenteng lainnya terletak di Kuwu, Kecamatan Wirosari dan Gubug. “Jumlah umat di masing-masing Klenteng pun hanya sedikit,” tambahnya.

Sejak tahun 1965 itulah, tutur Budi, Klenteng Hok An Bio semakin kehilangan pamornya. Ritual agama hanya dilakukan oleh segelintir orang yang masih teguh memegang agamanya. Setiap Imlek datang, tambah Budi, pihaknya hanya merayakan kecil-kecilan. “Paling banter hanya sukuran makan-makan bersama naggota pengelola Klenteng,” terangnya.

Rabu, 21 Januari 2009

GALERI KRU BETA




Tarif Angkutan di Kabupaten Grobogan Turun 10 persen

Meski tarif angkutan mulai turun, namun jumlah penumpang di terminal Purwodadi belum ada peningkatan signifikan.


GROBOGAN-Tarif angkutan kota yang beroperasi di Kabupaten Grobogan bakal turun hingga sepuluh persen. Langkah ini diambil setelah pemerintah pusat menurunkan kembali harga BBM menjadi Rp 4.500 per liter. Supir dan pemilik angkutan pun kini tak punya alasan lagi untuk tidak menurunkan tarif angkutanya.

Menurut keterangan Kabid Lalu Lintas dan Angkutan pada Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi (Dishubinfokom) Kabupaten Grobogan Bambang Panji AB, penurunan tarif tak hanya berlaku untuk angkutan kota atau pedesaan saja, tetapi juga angkutan lainnya. “Tarif bus juga akan disesuaikan,” tegasnya kemarin.

Saat ini, pihaknya sedang melakukan pembahasan dengan istansi terkait, ia mengatakan, semua dinas terkait telah sepakat untuk segera melakukan penyesuaian tarif jasa angkutan secepatnya. “Besaran penurunan tarif berkisar tujuh hingga sepuluh persen,” jelasnya.

Penyesuaian tarif ini, jelas Bambang, sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 1Tahun 2009. Disebutkan, tarif batas atas untuk wilayah I, meliputi seluruh daerah di Sumatra, Jawa, Bali dan Nusa tenggara turun dari Rp 150 menjadi Rp 139 per kilometer. “Sedangkan batas bawah turun dari Rp 92 menjadi Rp 86 per kilometer,” terangnya.

Meski demikian, Sebagian awak angkutan Purwodadi-Toroh sudah menurunkan tarif hingga Rp 3 ribu untuk penumpang umum dan untuk pelajar sebesar Rp 1 ribu. “Namun juga ada supir yang memungut penumpangnya sebesar Rp 4 ribu (tarif lama,red),” jelasnya. Karena belum ada keputusan penyesuaian tarif dari pemerintah, pihaknya pun membiarkan saja.

Sedangkan untuk tarif bus antar kota pun sudah mulai turun. Ia mencontohkan, tarif bus jurusan Purwodadi-Semarang turun dari RP 11 ribu menjadi Rp 10 ribu. “Setelah penyesuaian tarif nanti diberlakuan, tarif bus Puewodadi-Semarang hanya Rp 9 ribu,” jelasnya.

Setelah tarif baru diatur, pihaknya mendesak seluruh awak angkutan untuk menerima dan melaksanakan aturan itu. Bambang menambahkan, ini adalah konsekuensi dari penurunan harga BBM oleh pemerinah. “Masak BBM sudah turun tiga kali, tapi tarif masih eggan diturunkan,” katanya.

Sementara itu, beberapa supir di Terminal Purwodadi menyambut dingin rencana pemberlakuan tarif baru itu. Ahmad misalnya, supir bus jurusan Purwodadi-Pati ini tak mau berkomentar banyak terkait rencana penyesuaian tarif angkutan. “Ya semoga harga suku cadang juga ikut turun, jadi kita juga masih bisa ambil untung,” katanya datar.

Angka Kredit Fidusia Pegadaian Cabang Purwodadi Capai 3M


GROBOGAN-Meski banyak lembaga keuangan menawarkan kredit dengan berbagai kemudahan, Kredit Angsuran Fidusia (Kreasi) Pegadaian cukup diminati masyarakat. Terbukti, angka Kreasi hingga akhir tahun 2008 mencapai lebih Rp 3 milliar.


Jumlah nasabah Perum Pegadaian cabang Purwodadi pun mencapai 175 orang nasabah. Menurut manajer Perum Pegadaian Cabang Purwodadi Moch Said, perolehan angka kredit ini sesuai target yang ditetapkan kantor pusat Perum Pegadaian. “Bahkan, angka kredit sedikit melampaui target yang telah ditetapkan,” katanya kemarin.


Di tahun 2009, pihaknya mentargetkan pencapaian angka kredit sebesar Rp 5 miliar. Target ini menurut Said cukup rasional, mengingat banyak calon nasabah yang mengaku tertarik dengan Kreasi. “Hingga 20 Januari kemarin saja, angka kredit sudah mencapai Rp 450 Juta,” bebernya.


Pihaknya optimis angka kredit akan terus naik, mengingat Kreasi menawarkan bunga ringan. “Bunga hanya 0,9 persen perbulan ,” terangnya. Rendahnya bunga Kreasi ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para calon nasabah. Terlebih syarat pengajuan Kreasi sangat musah.


Dijelaskan, untuk mengajukan pinjaman Kreasi, nasabah diharuskan memiliki usaha. Dikatakan, usaha yang dimilki calon nasabah bisa berskala kecil, mikro maupun menengah. Kepemilikan usaha ini ditandai dengan bukti SIUP maupun surat keterangan dari kepala desa calon nasabah “Kami berikan banyak kemudahan, karena kredit ini memang dikhususkan untuk program penegmbangan UMKM,” jelas Said.


Ia menambahkan, syarat pengajuan pinjaman ini juga harus menyertakan agunan berupa BPKB kendaraan bermotor, minimal keluaran 15 tahun terakhir. Besarnya modal tergantung nilai taksiran dari harga kendaraan calon nasabah. “Jumlah pinjaman bervariasi, dari Rp 1 juta hingga Rp 100 juta,” bebernya.


Jika semua syarat terpenuhi, Moch said menjanjikan uang pinjaman akan segera dicairkan. Ia mengatakan, pencaian dana itu selambat-lambatnya tiga hari setelah pengajuan pinjaman disetujui pihak Pegadaian.


Saat ini, pihak Pegadaian Cabang Purwodadi sedang melakuakn sosialisasi kepada para calon nasabah. Diseutkan, calon nasabah yang paling potensial adalah para pedagang di pasar-pasar yang tersebar di kota purwodadi dan sekitarnya.

Awas, Penipuan Berkedok Bantuan Madrasah!

GROBOGAN-Penipuan berkedok bantuan dana Pemberdayaan mutu madrasah dan pesantren kembali marak di Kabupaten Grobogan. Kali ini, sasaranya adalah sekolah-sekolah madrasah dan pondok pesantren di pinggiran kabupaten Grobogan. Bahkan, ada sekolah yang sudah tertipu jutaan rupiah.

Penipuan ini terbongar setelah Kepala sekolah madrasah Darul Ulum Selojari Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Jupri curiga setelah ia menerima surat dari Departemen Agama (Depag). Dalam surat yang ditandatangani Direktur Pendidikan Islam Depag RI itu, disebutkan pihak madrasah akan dijanjikan sejumlah dana bantuan.

Ia pun kemudian berinisiatif menghubungi pihak yang tercantum dalam surat itu. Ia mengatakan, agar dana bantuan sebesar Rp 125 itu cair, ia harus menyetorkan uang sebesar Rp 5 juta kepada seorang yang mengaku oknum Depag itu. “Curiga format surat yang janggal, akhirnya saya lapor Pak haji Bowo (Nurwibowo, Wakil Ketua DPRD Grobogan, red),” terangnya kemarin.

Nurwibowo pun akhirnya menghubungi salah seorang temannya di kantor Depag pusat. Ia juga mengirim surat edaran yang diterima Jupri via fax. Hasilnya, ditemukan beberapa kejanggalan pada surat yang dimaksud.

Disebutkan, alamat yang tertera pada kepala surat salah. “Seharusnya nomor alamat kantor Depag 3-4, di surat tercantum 304,” terang Politisi dari PKB itu. Ditambahkan, Nomor telpon dan stempel yang tertera di surat juga tak sesuai dengan yang semestinya. Terlebih, nama Direktur Pendidikan Islam yang tercantum juga salah.

Tahu surat itu sarat unsur penipuan, ia pun menyarankan kepada pengurus Madrasah Darul Ulum untuk tak menggubris surat itu. Terlebih, setelah menghubungi pihak Depag Kabupaten Grobgan, diketahui jika prosedur bantuan apapim ke sekolah madrasah dan Ponpes, harus lewat kantor Depag Kabupaten dulu.

Dari informasi yang diterimanya, surat serupa juga diterima oleh banyak sekolah madrasah dan pesantren di pinggiran Grobogan. “Jika menerima surat yang mencurigakan, silakan berkonsultasi dulu kepada dinas yang terkait,” imbaunya.

Sementara itu, Kapolres Grobogan AKBP Isnaeni Ujiarto melalui Kasatreskrim AKP I Nyoman Widiana mengatakan jika penipuan berkedok salah satu instansi pemerintah itu adalah modus lama dan sering terjadi di Grobogan. “Itu modus lama, biarkan saja tidak usah ditanggapi,” tegasnya.

Banjir Bandang Terjang Lima Desa

Warga desa Tlogorejo Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan mulai membersihkan lumpur yang masuk kerumah-cw1


Ketinggian air di KB 1 Sungai Jragung mencapai 280meter


Ratusan Hektar Sawah Terendam Air


GROBOGAN-Akibat hujan yang terus-menerus mengguyur selama tiga hari terakhir, lima desa di Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan Senin (12/1) Pukul 20.00 WIB diterjang banjir bandang. Terjangan banjir bandang ini mengakibatkan ratusan hektar sawah dan rumah di lima desa yaitu Kebonagung, Tlogorejo, Tajemsari, Karangpasar dan Mangunsari tergenang air.


Kerusakan terparah terjadi di Desa Kebonagung. Menurut keterangan salah seorang warga Desa Kebonagung Suwardi, air Sungai Cabean terus meninggi sejak sore hari. Akibatnya tanggul sepanjang 200 meter di Desa Kebongung tergerus air. “Ketinggian air di sungai mencapai 280 meter, air lalu meluap ke pemukiman desa,” terangnya.


Dikatakan, air bah mulai menerjang desa sejak sore hari. Puncaknya, pada pukul 20.00 WIB ketinggian air di pemukiman warga mencapai ketinggian setengah meter. Dijelaskan, air yang bercampur lumpur masuk ke rumah warga. Akibatnya 30 rumah warga di Desa Kebonagung terendam air.


Ia menambahkan, lahan persawahan di desa itu juga tergenang air dengan ketinggian mencapai satu meter. Akibatnya, tanaman kedelai dan jagung siap panen milik petani rusak parah. Selain itu, tanaman padi yang telah berumur dua bulan juga rusak terendam air. Luas areal persawahan yang tergenag mencapai 125 hektar.


Di Desa Tlogorejo, banjir menyebabkan 198 unit rumah warga terendam air. Selain itu, 30 hektar sawah petani juga terendam air. Kepala Desa Tlogrejo Purwanto mengatakan untuk meminimalisir kerugian akibat banjir, warganya telah menutup tanggul di tiga titik sepanjang 150 meter dengan 500 karung berisi pasir.


Sementara itu, warga Desa Tajemsari juga melakukan penguatan tanggul di sejumlah titik. Menurut Keterangan Kepala Desa Tajemsari Setyo Budi , warganya telah melakukan penguatan tanggul sejak pukul 01.00 Dinihari. “Karena warga sigap, kerugian akibat banjir dapat diminimalisir,” terangnya.


Terpisah, Camat Tegowanu Sudarmoyo mengatakan pihaknya telah memprediksi datangnya banjir bandang itu. Dikatakan, melihat intensitas hujan yang tinggi, ia langsug menghubungi pihak pemkab untuk menyiapkan 1000 buah sak. “Kami juga telah mengajukan tambahan sak sebanyak 2000 sak ke Pemkab, serta bantuan makanan berupa beras dan mie instant,” terangnya kemarin.


Ia menambahkan, saat ini Desa Kebonagung menjadi prioritas perbaikan. Tanggul sepanjang 200 meter akan segera ditambal. “Kali yang dangkal karena sedimentasi juga akan dikeruk dengan alat berat,” terangnya.

Atribut Parpol Bandel Ditertibkan


GROBOGAN-Atribut partai peserta Pemilu di Kabupaten Grobogan yang dipasang ditempat-tempat terlarang kemarin (19/1) ditertibkan. Penertiban atribut ini dikonsentrasikan di jalan-jalan protokol di kota Purwodadi. “Atribut yang melanggar estetika akan dibersihkan” tegas Ketua Panwas Grobogan Sumedi.

Selain anggota Panwas Kabupaten Grobogan, penertiban ini juga diikuti dinas terkait seperti Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), Satpol PP, Kantor Kesbanglinmas, Kantor Perijinan dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Grobogan.

Untuk mempercepat kerja penertiban atribut, seluruh anggota dibagi dalam dua tim. “Masing masing tim diikuti dua orang dari perwakilan tiap kantor dinas,” terang Sumedi. Setelah melakukan rapat koodinasi di kantor Panwas, sekitar Pukul 09.00 masing-masing tim lantas bergerak ke tempat-tempat yang telah di tentukan.


Sumedi menerangkan, tim satu yang langsung dipimpinya bergerak menertibkan atribut di wilayak kota bagian barat. Jalan-jalan protokol di wilayah ini meliputi Jalan Jendral Sudirman, Hayam Wuruk, S Parman, DI Panjaitan hingga alun-alun kota Porwodadi.

Sedangkan tim dua bergerak di wilayah bagian barat Purwodadi. Wilayah ini meliputi Jalan Ahmad Yani, Gajah Mada R Suprapto dan sekitar kawasan Simpang lima Purwodadi. “Tim dua dipimpin oleh Pak Junaedi (anggota Panwas Kabupaten Grobogan, red),” Terangnya.

Selain menertibkan atribut yang di pasang di jalan-jalan protokol, tim juga membersihkan atribut yang di tempel di pohon. Menurut Sumedi, selain melanggar aturan atribut bendera yang dipasang di atas pohon sangat membahayakan jiwa pengguna jalan. “Terlebih bendera yang di pasang berukuran besar, kalau kena angin bisa-bisa roboh menimpa pengguna jalan,” jelas Sumedi.

Sementara itu, Ketua Divisi Kampanye dan Pemungutan Suara Sakta Abaway Sakan mengatakan, penertiban atribut ini sesuai dengan Keutusan Bupati Grobogan no 273/1116/2008. Keputusan ini, jelas Sakta, mengatur tentang lokasi pelaksanaan kampanye dan tempat pemasangan alat peraga kampanye pemilu. “Keputusan ini mengatur semua alat peraga kampanye bagi calon anggota DPR, DPRD dan DPRD Kabupaten di Grobogan,” jelasnya.

Dalam pelaksanaan penertiban atribut kampanye pemilu kemarin, kedua tim bentukan panwas itu berhasil menertibkan tak kurang 800 atribut kampanye berbagai jenis, seperti bendera berbagai ukuran, poster dan pamflet. “Kami telah mengirim surat ke Parpol terkait penertiban atribut ini, jadi kalau ada Parpol yang tidak puas silakan hubungi kami,” terang Sumedi.

Sayangnya, hingga sore kemarin, beberapa bendera dengan ukuran besar masih terlihat di jalan depan Kantor Pegadaian Purwodadi. Bendera dengan ukuran besar dari beberapa Parpol peserta Pemilu itu, dipasang dengan menggunakan bambu dan dipaku pada pohon peneduh di sepanjang jalan itu.

KPH Gundih Bagikan Dana Sharing Pengelolaan Hutan

GROBOGAN-Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Gundih Januari ini akan membagikan dana sharing sebesar Rp 450 juta. Dana sharing ini diperoleh dari pengelolaan hutan bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) selama tahun 2008, yang didapat dari produksi kayu hutan rimba mewah jenis mahoni.

Menurut keterangan Administratur KPH Gundih Oscar S Maukar dan Humas KPH Gundih Purwoto, pihaknya selama ini telah melakukan pengelolaan kayu hutan jenis jati dan rimba bersama anggota LMDH. Ditambahkan, sebanyak 26 LMDH di bawah naungan KPH Gundih berhak atas sharing dana itu.

Ditanya besarnya dana yang akan diperoleh tiap LMDH, Oscar mengatakan itu tergantung besarnya produksi kayu mahoni di setiap wilayah LMDH itu. “Jadi besar dana yang diperoleh tiap LMDH berbeda-beda,” terangnya kepada wartawan kemarin.

Dana itu nantinya akan digunakan untuk program pengembangan usaha produksi di setiap LMDH. Saat ini, setiap LMDH memiki program usaha diluar usaha produksi hutan. Disebutkan, ada yang memilki usaha ternak, usaha produksi emping dan kerajinan tangan. “Diharapkan dengan bantuan dana sharing ini, usaha mereka dapat terus berkembang,” harap Oscar.

Selain untuk program pengembangan usaha, Pihak KPH Gundih juga berencana untuk program pendidikan di wilayah itu. Sebagian dana akan digunakan untuk pembangunan gedung Taman Kanak-kanak dan bangunan sekolah lain. “Ini juga bagian dari program CSR (Corporate Social Responsibility, red) kami,” terangnya.

Oscar berharap, kerjasama yang telah dibangun antara KPH Gundih dan anggota LMDH dapat terus dilakukan. Selain dapat mendatangkan keuntungan, kondisi hutan juga dapat terus dijaga. “Ibaratnya simbiosis mutualisme, jadi saling menguntungkan,” tambahnya.

Rugikan Negara Lebih dari 1M

Kajari Usut Penyelewengan Anggaran Perawatan Kendaraan Dinas


GROBOGAN-Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwodadi kini sedang melakukan pengusutan terkait dugaan penyelewengan penggunaan anggaran perawatan kendaraan dinas di lingkungan anggota DPRD. Pengusutan ini difokuskan pada perawatan kendaraan yang digunakan oleh anggota maupun pimpinan Dewan.

Disebutkan, kerugian negara akibat penyelewengan anggaran perawatan kendaraan dinas ini mencapai RP 1 M lebih. Menurut keterangan Kepala Kejaksaan (Kajari) Purwodadi Hendrizal Husin dampingi Kasi Intel Kejari Lilik Setyawan, penyelewengan ini terjadi selama tahun anggaran 2006 hingga 2008.

Ia mengatakan, modus yang digunakan oleh anggota dewan cukup rapi. Pihaknya menemukan banyak kwutansi ganda. Ia mencontohkan, pengeluarkan biaya perawatan jenis kendaraan berbeda tetapi keterangan nomor polisinya sama. Modus lain, penggantian oli gardan satu kendaraan dalam satu bulan dilakukan dua kali

Selain itu, kendaraan lama dengan nomor polisi yang telah diganti dari H menjadi K masih juga dikeluarkan nota biaya perawatan dari bengkel. Padahal menurut Hendrizal, setelah diganti dengan plat nopol K, kendaraan itu juga ada pengeluaran biaya perawatan. “Jadi kendaraannya hanya satu, tetapi ada kuitansi dua dengan plat nomor polisi H dan K,” jelasnya.

Banyak lagi modus yang digunakan para anggota dewan. Yang paling banyak ditemukan, biaya perawatan dalam satu bulan yang mencapai nominal puluhan juta rupiah. Ia mengatakan, ada juga seorang oknum yang melakukan perawatan satu kendaraan mencapai Rp 30-50 juta hanya dalam satu bulan. “Ini kan tidak rasional dan tidak wajar,” katanya heran.

Terkait masalah ini, Sekretaris Dewan (Sekwan) Agus Supriyanto mengaku siap memberi keterangan jika nanti sewaktu-waktu dipanggil Kejaksaan Nergeri (Kejari) Purwodadi. “Akan saya jelaskan apa adanya dan tidak akan saya tutup-tutupi,” tegasnya kemarin.

Sebagai mantan Kabag Umum Sekretariat Dewan (Setwan), Agus Pri, begitu ia akrab disapa, bertanggungjawab penuh perihal perawatan kendaraan dinas DPRD. Ia tak mengelak adanya dugaan penyimpangan penggunaan anggaran perawatan kendaraan dinas, baik untuk kendaraan untuk operasional maupun kendaraan dinas anggota Dewan.

Ia mencontohkan, ada salah seorang oknum anggota dewan yang tiba-tiba membawa mobilnya ke bengkel tanpa memberitahu pihaknya terlebih dahulu. Ia mengaku kaget ketika beberapa hari kemudian mendapat surat tagihan dari bengkel. “Mau tidak mau ya harus saya bayar, terlebih notanya kan atas nama kendaraan dinas Dewan,” katanya dengan nada rendah.

Dijelaskan, sesuai dengan prosedur yang ada, sebelum kendaraan dibawa ke bengkel harus atas penegethauan pihaknya. “Setelah diketahui jenis keluhan kerusakan, baru dibawa ke bengkel yang telah ditunjuk,” terangnya. Namun pada praktiknya, prosedur itu tak pernah dijalankan.
Ia menambahkan, jika temuan Kejari adanya penyelewengan sebesar Rp 1 miliar itu, tak hanya untuk perawatan kendaraan saja. “Dana sebesar itu termasuk juga biaya bahan bakar minyak (BBM),” jelasnya.

Jumlah kendaraan dinas, terang Agus Pri, baik untuk operasional maupun dinas anggota dan pimpinan Dewan berjumlah 22 unit dari berbagai jenis. Setiap tahunnya anggaran perawatan dan BBM ada sekitar Rp 1,6 miliar. “Namun untuk tahun anggaran 2009 ini, anggarannya dipangkas sekitar Rp 400 juta,” terangnya.

Nasi Jagung dan Botok Yuyu Bu Harsiti, Kuliner Khas Purwodadi




Harsiti sedang menyiapkan nasi jagung unutk para pembelinya



Pembeli sedang menikmati nasi jagung Harsiti


Selama ini nasi jagung kalah populer dengan jenis nasi yang terbuat dari beras. Padahal dari kandungan gizi, jagung memiliki komposisi zat-zat makanan yang lebih komplet daripada beras. Di Purwodadi, nasi jagung punya penggemar tersendiri. Bahkan, orang-orang penting di lingkungan Pemkab konon gemar makan “nasi rakyat” ini. Berikut liputanya.


Makanan Rakyat yang Banyak Disuka Para Pejabat

Warung nasi milik Bu Harsiti yang terletak di Kelurahan Danyang Kecamatan Purwodadi Rt6/1 itu menawarkan menu cukup unik. Menu utama warung sederhana itu adalah nasi jagung dan botok yuyu. Tapi siapa sangka, justru dengan berjualan nasi jagung itulah, warung Bu Harsiti ramai dikunjungi para penikmat nasi jagung

Di kelurahan Danyang itu sendiri sebenarnya ada tiga warung yang menyajikan menu serupa. Tapi di warung milik istri Warijin itulah, nasi jagung menjadi populer di kalangan masyarakat. Menurut pengakuan para pembeli, racikan bumbu dari tangan Harsiti pas di lidah.

Mudah menemukan warung milik Harsiti.

Terlebih jika jarum jam menunjuk angka sepuluh hingga dua siang. Saat jam makan siang itulah, rumah yang disulap menjadi warung itu ramai pembeli. Motor dan mobil memenuhi halaman dan jalan di depan rumah Harsiti. Jika diperhatikan, banyak kendaraan plat merah parkir di depan warungnya itu.


Begitulah, warung Harsiti memang populer di kalangan pejabat di lingkungan Pemkab Grobogan hingga ke level kecamatan dan desa. Untuk menemukan warung it, dari Simpang Lima Purwodadi, langsung saja meluncur ke arah Selatan (arah ke Solo,red). Tak kurang 1 km, anda akan menemukan papan penunjuk arah menuju Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Purwodadi (disekitar Pemakaman Danyang,red).

Ikuti saja jalan menuju SKB Purwodadi itu. Sekitar 500 meter, atau di pertigaan jalan Danyang, coba menengok ke arah kiri. Kain berwarna kuning bertuliskan warung nasi jagung Bu Harsiti, lengkap dengan gambar yuyu besar dengan kedua capitnya akan terlihat jelas. Terlebih, saat jam makan siang, puluhan mobil dan motor akan memudahkan anda mencari warung itu.

Warung Bu Harsiti yang berarsitektur rumah joglo itu berfungsi ganda. Selain sebagai warung untuk berjualan, Harsiti, Warijin (suami,red) dan keempat anak mereka juga tinggal di tempat itu. Untuk tempat makan para pembeli, mereka menyulap ruang tamu yang cukup luas dengan menaruh meja dan kursi panjang.

Ada empat meja dan delapan kursi panjang. Dua set kursi dan meja di taruh di sebelah kanan. Sedangkan dua set lainya ditata di sebelah kiri, berbatasan langsung dengan meja tempat Harsiti meracik nasi jagungnya.

Diatas meja-meja itu, Harsiti juga menyediakan menu pelengkap makanan lainnya. Diantaranya, belut goreng, keripik berbagai jenis (termasuk keripik yuyu), serta yang paling diburu oleh pembeli: botok yuyu.

Dalam sehari, Harsiti mampu menghabiskan satu ember jagung (sekitar delapan kilogram) serta 200 hingga 300 ekor yuyu. Dijelaskan, proses memasak jangung dan yuyu tersebut cukup rumit. Namun yang jelas, untuk menyajikan kedua jenis makanan itu, Harsiti menyiapkan alat penggilingan untuk menggiling jagung dan yuyu itu.

Jagung yang digunakan Harsiti adalah jenis jagung putih. “Sebelum dimasak, jagung harus direndam selama empat hari,” jelasnya kepada Radar Kudus. Agar kerja Harsiti efisien, ia menyiapkan empat ember untuk merendam jagung-jagungnya. Setiap ember manandakan berapa lama proses perendaman telah berlangsung.

Setelah empat hari, jagung putih itu kemudian ditiriskan dan dikeringkan. Langkah berikutnya, Harsiti kemudian menggiling jagung-jagungnya hingga lembut. “Bisa tiga hingga empat kali penggilingan,” terangnya. Proses pembuatan tak berhenti disini. Setelah didapat jagung halus, jagung-jagung itu kemudian didang dengan alat tradisional. Setelah matang, baru diangkat dan siap disajikan.

Yang tak kalah rumit adalah pemrosesan yuyu hingga menjadi berbagai macam menu olahan. Yuyu atau kepiting sawah sebelumnya dicuci dan dibersihkan dari lumpur-lumpur yang menempel. “Setelah bersih kemudian digiling hingga halus,” jelasnya. Dari hasil penggilingan itulah, Harsiti memperoleh, daging dan lemak yuyu yang kemudian diolah menjadi berbagai variasi makanan..


Dari hewan bercangkang itulah, Harsiti bisa membuat botok yuyu, keripik yuyu, lemi (sambal dari lemak yuyu, red), serta sayur lompong yuyu. Semua jenis makanan itu tak kalah enaknya. “Pokonya gak rugi mampir disini mas,” bujuknya.

Untuk satu porsi berisi nasi jagung, lemi, botok yuyu dan sayur lompong yuyu, Harsiti mematok harga Rp. 5000. Cukup murah. Itulah sebabnya warungnya ramai dikunjungi pembeli. Selain murah, masakan dari jagung dan yuyu juga memiliki khasiat medis.


Disebutkan, selain sebagai sumber utama karbohidrat, bahan pangan pokok warga asli Madura ini juga mengandung zat gizi lain seperti: Energi (150,00kal), Protein (1,600g), Lemak (0,60g), Karbohidrat (11,40g), Kalsium (2,00mg), Fosfor (47,00mg), Serat (0,40g), Besi (0,30mg), Vit A (30,00 RE), Vit B1 (0.07mg), Vit B2 (0,04mg), Vit C (3,00mg), Niacin,(60mg).

Bahkan, dunia medis telah membuktikan bahwa jagung juga berkhasiat sebagai pembangun otot dan tulang. Jagung juga baik untuk otak dan sistem syaraf serta mencegah konstipasi. Tak hanya itu, jagung juga bisa menurunkan risiko kanker dan jantung, mencegah gigi berlubang, serta minyaknya dapat menurunkan kolesterol darah.

Lain lagi yuyu. Dari hasil penelitian terbaru oleh tiga pelajar salah satu sekolah menengah atas di Kudus, ternyata kepiting (yuyu) sawah (Paratel pusa maculata) memiliki khasiat yang tak kalah bagusnya. Binatang bercangkang ini ternyata dapat juga mengobati penyakit hepatititis.

Karena alasan itulah, banyak kalangan kemudian beralih mengkonsumsi nasi jagung. Sugiyana misalnya. Salah seorang staf di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Grobogan ini selalu menyempatkan makan nasi jagung. Terlebih setelah dokter memvonis gula darahnya tinggi. “Terakhir dicek mencapai 400 mg,” terangnya.

Dokter pun kemudian menyarankan untuk mengurangi konsumsi nasi dan beralih ke nasi jagung. Ditemui ketika sedang menikmati makan siangnya di Warung Bu Harsiti, Sugiyana mengaku kadar gula darahnya berangsur turun, sejak dia mengkonsumsi nasi jagung.

Harsiti mungkin kurang paham penelitian medis itu. Yang ia pahami, dengan berjualan nasi jagung itu, ia bisa terus melestarikan resep leluhurnya itu. Terlebih, roda ekonominya juga terus membaik selama berjualan nasi jagung dan botok yuyu. “Salah satu anak saya sedang duduk di bangku perguruan tinggi mas,” katanya bangga ketika Radar Kudus hendak pamit pulang.

Rabu, 14 Januari 2009

Pujonggo, 50 Tahun Menjadi Loper Koran Bersepeda

Foto Pujonggo (dua dari kiri) bersama sesama koleganya, loper bersepeda. foto diambil sekitar tahun 80 an.

Pujonggo (kanan) bersama salah seorang anak buahnya. berpose di depan Laris Agensi Purwodadi


Sebagai seorang loper Koran, Pujonggo memang berdedikasi tinggi. Betapa tidak, ia harus bangun pagi buta untuk mengurus dan mengirim ratusan eksemplar koran ke pelanggannya. Bahkan, untuk mengirim koran-korannya itu ia masih menggunakan sepeda ontel. Meski hidup Sederhana, kini ia telah memiliki sembilan anak buah. Berikut kisahnya.


Tetap Bersepeda Meski Telah Memiliki 9 Orang Anak Buah


Kayuhan kaki Pujongga pada pedal sepeda untonya masih terlihat kuat. Meski telah berusia lebih dari 70 tahun, ia masih tampak bugar. Dengan sepeda pemberian pamannya pada tahun 1957 silam itulah, pria lima anak delapan cucu ini setiap pagi mengantar koran-koran ke pelangganya.

Pujonggo dan sepeda tuanya itu seolah menjadi saksi sejarah perkoranan di Indonesa. Karat-karat di sepedanya sepertinya menjadi guratan dinamika pasang-surut koran di Indonesia. Dijelaskan, saat pertama kali menjadi loper koran pada tahun 1960 an, ia belum mempunyai banyak saingan seperti sekarang ini.

Kisah Pujonggo dan sepedanya pernah ditulis di harian ini edisi 14 Apri 2004. Saat itu, ia mencatatkan namanya sebagai satu-satunya loper koran bersepeda. Namun siapa sangka, setelah empat tahun berselang, usahanya itu tak surut. Bahkan ia kini telah memiliki sembilan orang anak buah.

Diceritakan, saat pertama kali memutuskan menjadi loper koran, Koran-koran seperti harian Sinar Indonesia, Suluh Marhaen, Duta Masyarakat dan Angkatan Bersenjata, masih merajai pangsa pasar koran di Purwodadi. “Saat itu, harga koran masih Rp 25 per eksemplarnya,” terangnya.

Ia mengatakan, Koran yang paling laku saat itu adalah Sinar Indonesia. Koran terbitan salah satu partai terlarang di Indonesia itu, mampu ia jual hingga 800 eksemplar setiap hari. “Tak ada yang mampu mengalahkan penjualan Sinar Indonesia,” terangnya. Sementara itu, Suluh Marhaen dan Angkatan bersenjata juga banyak diminati. “Masing masing sekitar 300 eksemplar terjual setiap harinya,” terangnya.

Koran jaman dulu masih sangat sederhana. “Tidak banyak gambar dan warna,” terangnya. Meski demikian, pembaca saat itu menurutnya sangat fanatik untuk membaca koran. Sayangnya, ia tak mempunyai satupun koleksi dari Koran-koran bersejarah itu.

Pasca pemberontakan PKI tahun 1966, Koran-koran yang disebutkan mulai menghilang. Ia pun sempat berhenti menjadi loper koran dan beralih profesi menjadi penarik becak. Baru sekita awal 70 an, ia kembali menekuni profesi awalnya sebagai loper Koran. Tentu saja dengan sepeda tuanya itu.

Setelah hampr 50 tahun berprofesi sebagai loper Koran, ia kemudian berinisiatif untuk menjadi agen. Setelah bertaya kanan-kiri, akhirnya ia mendapat kepercayaan menjadi agen salah satu koran besar Jawa Tengah.

Setiap hari, ia dijatah 340 koran Suara Merdeka dan beberapa eksemplar koran harian lainnya. Sadar akan keterbatasan tenaganya, ia pun kemudian merekrut sembilan orang untuk dijadikan karyawannya. Meski telah memiliki anak buah, ia tak mau melepas pekerjaannya sebagai loper koran. “Jadi tiap pagi masih kelilingan naik sepeda mas,” terangnya.

Diakuinya, ada semacam kepuasan tersendiri ketika ia mengayuh sepeda mengantar koran ke pelanggannya. “Seperti jadi orang penting saja, tiap pagi ditunggu kedatangannya,” katanya sembari tertawa kecil. Terlebih, keuntungan yang didapat juga tak bisa dianggap remeh.

Tanpa menyebut nominal pasti, ia mengatakan dari menjual koran itulah, ia bias menyekolahkan kelima anaknya hingga tamat SMA. “Sebenarnya, pekerjaan apapun jika ditekuni akan banyak memberi manfaat,” katanya bijak.

Meski telah memiliki sepeda motor, Pujonggo mengaku tak pernah menggunakan motornya untuk mengantarkan Koran. Delapan orang anak buahnya mengantar Koran dengan menggunakan sepeda motor, sedangkan satu orang lainnya megikuti jejaknya menjadi loper Koran bersepeda. Meski menggunakan sepeda, ia mengaku masih berani bersaing dengan loper-loper lainnya. “Koran kiriman saya tak pernah telat, kecuali memang telat dari percetakannya,” katanya.

Jika kiriman koran telat, ia akan mengajak anak kelimanya, Efendi setiawan untuk mengantar korannya. Tentu saja pakai motor agar bisa cepat terkirim. Namun itu pun tak terlalu sering. “Paling banter dua atau tiga kali setiap bulannya,” terangnya.



ABAIKAN KESELAMATAN
Seorang penumpang truk bergelantungan di bak belakang truk. ini sangat membahayakan jiwanya dan juga pengendara lain

Upaya KPH Gundih Tekan Pembalakan Liar

Kayu hasil operasi petugas KPH Gundih

Lebih untung jika jadi pesanggem (penggarap hutan, red)


Ketika pohon terakhir telah ditebang, maka tunggu saja bencana akan datang. Begitulah jargon yang sering diungkapkan agar semua pihak mau menjaga kelestarian hutan. Termasuk KPH Gundih yang aktif libatkan masyarakat desa hutan untuk turut menjaga hutan. Bagamana caranya?


Libatkan Masyarakat Desa Hutan, Angka Penjarahan Turun 50 Persen

Tahun 1998 menjadi masa yang kelam bagi sektor kehutanan di negara ini. Betapa tidak, semangat reformasi yang kebablasan membuat semua orang semakin keblinger untuk melakukan perusakan, termasuk hutan. Jutaan pohon di setiap hutan di babat habis, tanpa ada yang mampu menghentikan. Hasilnya, saat ini kita tinggal memanen bencana.

Kondisi serupa juga terjadi di wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Gundih di kabupaten Grobogan. Hampir semua pohon jenis rimba dan jati berumur ratusan tahun, habis dibabat penjarah liar. Daerah bukaan di wilayah KPH gundih itu pun semakin luas.

Kondisi ini disadari para petugas di wilayah KPH itu. Mereka kemudian melibatkan masyarakat desa hutan untuk turut menjaga kelestarian hutan. lambat laun, pencurian kayu di wilayah hutan seluas 31 ribu hektar itu dapat ditekan

Disebutkan, gangguan keamanan berupa pencurian kayu (illegal logging) di wilayah Kesatuan Pemangkaun Hutan (KPH) Gundih selama tahun 2008 mencapai 551 batang pohon. Angka ini jauh jika dibandingkan data pencurian kayu pada tahun 2007 yang mencapai 1.101 batang pohon.

Batang-batang kayu hasil sitaan itu, kemudian dikumpulkan di TPK Monggot yang terletak di Desa Monggot Kecamatan Geyer. Disinilah, nasib ribuan batang kayu hasil sitaan tahun 2008 dan sebelumnya dikumpulkan, menunggu proses pelelangan.

Menurut Administratur KPH Gundih Oscar S Maukar, kerugian negara atas pencurian kayu di hutan pun dapat ditekan hingga 50 persen. Dikatakan, keberhasilan pihaknya menekan aksi pencurian kayu di wilayahnya tak lepas dari usaha pemberdayaan masyarakat hutan.

Melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), secara tak langsung pihaknya dapat membantu perekonomian masyarakat hutan. Pelibatan masyarakat desa hutan, menurut Oscar, mutlak dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimilikinya.

Hingga saat ini, pihaknya hanya memilki petugas sebanyak 400 orang saja. Dari jumlah itu petugas lapangan sebanyak 320 petugas. Sedangkan sisanya (80 orang, red) bertugas di kantor yang terletak di jalan raya Grobogan Solo itu.

Dikatakan, jumlah ini dirasa masih kurang untuk mengawasi wilayah KPH Gundih yang seluas 31 ribu hektar. Mengingat keterbatasan ini, pihaknya mau tidak mau harus merangkul masyarakat desa hutan agar ikut turut serta dalam pengamanan wilayah hutan. “Jika hutan rusak, warga juga yang kena getahnya,” katanya.

Melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang dibentuk di setiap desa, warga diajak untuk turut serta menjaga hutan. Caranya, warga diberi lahan untuk menanam tanaman jagung di areal hutan. Dengan demikian, masyarakat memperoleh pendapatan hutan dari hasil menanam jagung itu. “Dengan demikian, mereka tak lagi merambah hutan,” jelasnya

Para petani penggarap itu diperbolehkan untuk menggarap lahan di wilayah hutan KPH Gundih. Syaratnya, mereka harus turut menjaga pohon-pohon yang ditanam di wilayah itu.

Pihak KPH Gundih telah membuka lahan hutan seluas 200 hektar untuk digarap oleh para pesanggem (petani penggarap hutan,red). Disebutkan, jika satu hektar dapat menghasilkan empat ton jagung, petani dapat mendapatkan hasil setidaknya Rp 8 juta. ”Itu dengan asumsi harga Rp 2 ribu perkilonya,” terangnya.

Padahal, para pesanggem ada yang berhak mengelola lebih dai dua hektar, tergantung dari kemampuan tenaganya. Jadi keuntungan yang diperoleh petani dapat berlipat ganda. Terlebih mereka tidak dipungut biaya sepeser pun dalam pengelolaan lahan itu.

Sebagai timbal balik, para pesanggem diwajibkan untuk menjaga pohon yang ada dihutan itu. ”Jika ada yang mati atau ditebang, mereka harus segre mengganti,” terangnya. Dengan demikian, pohon dihuan tetap terjaga, sedangkan pesanggem dapat memperoleh hasil dari pengelolaan hutan.

Sawiyo misalnya, pesanggem asal Kecamatan Toroh itu mengaku memilki hak pengelolaan hutan di wilayah KPH Gundih. Selain menanam jagung, ia diwajibkan menjaga pohon jenis kayu putih yang tumbuh di daerah itu.

Dijelaskan, ia menanam jagung dengan sistem tumpang sari. Ia mengguakan tanah di antara batang pohon kayu putih untuk menanam benih-benih jagung. Saat ini, tanaman jagungnya telah berumur lebih dari tiga bulan. ”Sebentar lagi akan dipanen,” katanya sambil tersenyum.

Dikatakan, karena banyak warga yang telah menjadi pesanggem, mereka tak lagi masuk hutan meenebangi pohon secara liar. ”Buat apa menebang pohon, hasilnya lebih banyak menanam jagung dan yang penting lebih aman dan nyaman bekerjanya,” kata Sawiyo.


TK Karanganyar I, Bertahan di Tengah Mahalnya Biaya Pendidikan

Hanya Tarik Iuran Rp 10 Ribu perbulan

Tak bisa dipungkiri lagi jika biaya pendidikan semakin mahal saja. Bahkan, untuk pendidikan Pra sekolah seperti TK dan Play group, orang tua harus merogoh kantong hingga jutaan rupiah. Meski Demikian, TK yang terletak di pelosok pedesaan masih tetap bertahan dengan biaya yang terjangkau. Seperti TK Karanganyar I, mencoba untuk tetap bertahan agar anak-anak di desa itu bisa mengenyam pendidikan pra sekolah. Berikut kisahnya.


Berbeda dari gedung Taman Kanak-kanak (TK) lainnya, bangunan TK Karanganyar I sangat sederhana. Hanya ada satu ruangan di TK itu. Selain menjadi ruang kelas untuk 47 siswanya, gedung utama itu juga menjadi tempat Sri Rahayuningsih dan Suwarti berkantor.

Di “kantor” itu, hanya ada satu buah bangku dengan dua kursi saja. Diatasnya, terletak tumpukan buku raport siswa, puluhan alat peraga berupa huruf-huruf dan tali-temali. Tak ada sekat pembatas antara kantor dan ruang kelas itu. Semuanya menyatu di bangunan seluas tujuh kali empat meter itu.

Sementara itu, seluruh siswa TK Karanganyar I duduk melingkar pada tiga meja terpisah. Mereka duduk melingkar di kursi setinggi sekitar 40 cm berwarna kuning. Semua tas dan perlengkapan siswa, dicentelkan di tautan tas yang terletak di sebelah selatan ruang kelas, persis di bawah jendela.

Langit-langit ruang kelas itu tak ditutup eternit. Jika pandangan mata dilayangkan ke atas ruangan, mata langsung tertuju pada genting yang menutup bagian atas kecil. Di beberapa bagian, genting terlihat mulai retak. Bisa dibayangkan, jika hujan turun, air hujan akan bocor dan menetes di dalam ruang kelas itu.

Diluar ruang kelas sebelah timur, terdapat ayunan dan jungkat-jungkit terbuat dari besi yang warnanya mulai luntur. Mungkin ketika dulu pertama kali dibeli, warna kuning berpadu hijau sangat mencolok. Dua meter di sebelah barat kedua permainan itu, terdapat prosotan yang terbuat dari semen. Jika dibandingkan usianya, sepertinya prosotan itu adalah permainan tertua yang di miliki TK Karang Anyar I.

Ya, mungkin permaianan anak-anak itu menjadi satu-satunya identitas gedung itu sehingga layak disebut TK. Karena papan nama TK Karang Anyar I yang terletak persis di depan gedung, tulisannya sudah tak terbaca lagi. Cat tulisan pada papan kayu itu sudah terkelupas oleh panas dan hujan. Papan nama itu pun tak lagi mampu berdiri tegak.

Meski kondisi serba sederhana, 27 siswa putra dan 20 siswa putri TK itu terlihat begitu semangat belajar di gedung sekolahnya. Ketika koran ini berkunjung di TK yang terletak 10 km sebelah timur Kota Purwodadi itu, semua anak didik TK sedang bermain permainan “merajut huruf”.

Menurut Sri Rahayuningsih, yang juga bertindak sebagai kepala TK, permaianan itu menjadi salah satu permainan favorit anak didiknya. Dijelaskan, anak-anak diberi sebuah huruf yang terbuat dari plastik kecil. Di antara bentuk huruf itu terdapat lubang-lubang, yang nantinya akan dirajut dengan tali.

Usai lubang huruf dirajut, ibu Sri lantas diminta melafalkan huruf apa itu. Tanpa ditujuk satu demi satu, semua sisiwa kontan berebut meneriakan huruf yang dipegangnya. Suasana sangat riuh. Setiap anak berlomba-lomba meneriakan sekeras-kerasnya huruf yang dipegangnya itu.

Setiap anak begitu menikmati permainan. Hingga tak terasa jarum jam sudah menunjuk angka 09.30 WIB. Itu artinya jam istirajat telah tiba. Ibu Sri pun mempersilakan siswanya untuk keluar satu demi satu, sembari membagi-bagikan uang receh sebesar Rp 500 kepada setiap anak. “Itu uang sau yang dititipkan orang tuanya,” jelas lulusan PGTK IKIP (Unnes) tahun 1992 itu.

Tak ada yang istimewa dari keseharian siswa TK itu. Tak ada jam makan siang dengan menu empat sehat lima sempurna, makanan ringan atau pelajaran komputer layaknya di TK unggulan di kota besar lainnya. Setiap hari, siswa berangkat tepat Pukul 07.00 WIB dan Pulang pada Pukul 09.30 WIB. Dalam rentan itu, sisiwa bisa menikmati istirahat selama 15 menit tepat pada Pukul 09.30 WIB.

Tak ada pelajaran khusu, seperti komputer dan bahasa inggris. “Kurikulum mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh dinas pendidikan,” terang Sri. Pelajaran membaca dan berhitung di ajarkan melalui metode permainan, seperti permaian merajut tali itu.

Para siswa hanya dipungut Rp 10 ribu tiap bulannya. Jauh jika dibandingkan dengan TK unggulan, bahkan Playgroup yang bisa jutaan rupiah setiap bulannya. Dari hasil iuran itulah, biaya operasional TK itu ditutup. Memang, jumlah itu masih jauh dari cukup.

Disebutkan, hasil pengumpulan iuran itu digunakan untuk membeli alat tulis dan mengganti perlengkapan permainan yang mulai rusak. Setelah dipotong untuk dana cadangan, sisa hasil iuran itu lantas digunakan untuk honor Ibu Sri dan Suwarti. “Yah beginilah, meski serba sederhana, semuanya harus terus tetap berjalan,” kata Sri.

Ia menambahkan, Sebelum memempati gedung TK Karanganyar yang terletak persis di sebelah barat Kantor Kepala Desa Karanganyar itu, gedung sekolah berpindah-pindah. Disebutkan, sejak TK itu berdiri pada tahun 1967, ruangan kelas telah berpindah kelas puluhan kali. Ia mengatakan, pernah TK itu menempati ruangan di balai desa, hingga menumpang di sebuah sekolah dasar di Desa Karanganyar. “Baru Tahun 2000 kami menempati gedung ini,” jelasnya.

Dikatakan, jika TK sampai tutup, bisa dipastikan anak-anak di Desa Karanganyar itu tak bisa menikmati pendidikan pra sekolah. Pasalnya, untiuk menyekolahkan anak di TK lainnya, jaraknya lumayan jauh. Imbasnya, orang tua kalau harus mengantar dan mengawasi anaknya karena gedung TK jauh dari rumahnya. “Jika dekat rumah, anak bisa ditinggal,” jelasnya. Dengan demikian, orang tua masih bisa bekerja menggarap sawahnya.

Ibu Sri dan Suwarti mengaku akan tetap memperthankan keberadaan TK Karanganyar I itu. Meski demikian, ia tetap berharap pihak terkait lebih memperhatikan kesejahteraan para guru TK seperti mereka. “Setidaknya, agar kami lebih tenang dalam menjalankan tugas ini,” katanya berharap.


Produksi Jagung Grobogan 660.000 ton

Grobogan-Kabupaten Grobogan dikenal sebagai lumbung penghasil tanaman pangan di Provinsi Jawa Tengah. Termasuk hasil jagungnya. Dari data kantor Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Grobogan, produksi jagung di Kabupaten Grobogan pada tahun 2008 mencapai 660.000 ton.
Menurut keterangan Kabid Tanaman Pangan pada Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sihono luas areal tanaman jagung di kabupaten Grobogan mencapai 126.000 hektare. Disebutkan, hasil pada tahun ini lebih tinggi jika dibanding hasil pada tahun lalu.

“Pada tahun 2007, hasil produksi jagung hanya sekitar 600.000 ton,” terangnya di sela-sela acara penyerahan hadiah lomba tanam jagung hebat P11di Desa Tunggak, Kecamatan Toroh, Kamis (8/1).

Disebutkan, produksi jagung tiap tahun mengalami peningkatan signifikan. Ini dikarenakan para petani lebih selektif memilih benih jagung hibrida. Terlebih, sistem pola tanam jagung para petani sesuai dengan anjuran produsen benih jagung.

Sihono menambahkan, pada awalnya petani di Toroh dan sejumlah wilayah lainnya di Kabupaten Grobogan menolak untuk menanam jagung kuning (hibrida). Dikatakan, pada tahun 1986 ketika para petani selalu menolak ketika dianjurkan untuk menanam jagung hibrida. “Setelah melalui pendekatan dan ternyata menguntungkan, akhirnya mereka mau menanam jagung jenis ini," ujar Sihono.

Sementara itu, Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Grobogan Wardi berharap produsen jagung lebih memperhatikan para petani. Dikatakan, para produsen tidak hanya menyediakan benih jagung berkualitas, namun bisa memberikan pembelajaran mengenai teknologi peningkatan produksi jagung. “Agar hasilnya dapat terus meningkat,” harapnya.

Terpisah, District Sales Manager wilayah Jabar dan Jateng PT DuPont Indonesia Wiwik Wijayahadi mengatakan pihaknya akan terus melakukan peningkatan kualitas benih untuk para petani. Disebutkan, pihaknya telah membangun tiga pabrik di Malang. “Dua pabrik untuk produksi benih jagung, satu yang lain untuk produksi benih padi hibrida,” terangnya.

Disebutkan, pihaknya pada tahun 2008 telah memasok sekitar 800 ton benih jagung Pioneer (P11) ke Kabupaten Grobogan. Ini setara dengan kebutuhan benih jagung untuk areal tanaman seluas 56.000 hektare.

Rencananya, pada tahun 2009, PT DuPont Indonesia akan meningkatkan pasokan benih jagung ke Grobogan sebanyak 1.110 ton. “ ini atas pertimbangan perluasan areal tanam dan pengubahan jenis tanaman yang ditanam petani," tegasnya.


Banyak TKI Asal Grobogan Ilegal

GROBOGAN-Sebagian besar Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Grobogan yang bekerja di luar negeri ditengarai berstatus ilegal. Ini dikarenakan mereka tidak memiliki paspor atau visa serta dokumen kelengkapan lainnya. Hal ini, dikhawatirkan akan menjadi bumerang bagi keselamatan para TKI tersebut.

Menurut keterangan kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Grobogan Sudibyo melalui Kabid Penempatan Tenaga Kerja Joko Purwadi, selama tahun 2008, delapan TKI asal Grobogan meninggal di luar negeri. “Karena ilegal, susah untuk menuntut atau mencari tahu sebab pasti kematiannya,” terangnya kepada wartawan kemarin.

Diakuinya, sebagian besar TKI asal Grobogan yang berangkat kerja ke luar negeri tidak melapor terlebih dulu kantornya. Padahal menurutnya, ini sangat penting terlebih jika ada musibah yang menimpa para TKI itu. “Kan susah, kami tidak tahu PJTKI mana yang memberangkatkan mereka,” tuturnya.

Menurutnya, para TKI itu enggan melapor karena menganggap rumit prosedur itu. Terlebih, ada ketakutan tidak bisa berangkat karena faktor usia yang tidak sesuai dengan ketentuan. Ditambahkan, para TKI itu memalsukan dokumen karena berangkat ke lokasi yang sama agar bisa bekerja lagi di luar negeri. “Jika ingin nyaman bekerja di luar negeri sebaiknya urus dulu surat-suratnya sesuai dengan prosedur,” tegasnya.

Ia mengeluhkan, selama ini pihaknya tidak pernah dilibatkan terkait pemberangkatan para TKI itu. Selama ini, mereka berangkat melalui PJTKI atau berangkat sendiri. Sehingga kantor dinasnya susah memantau keberadaan mereka di uar negeri. “Baru setelah ada musibah, kami yang diuber-uber pihak keluarga,” keluhnya.

Untuk mengatasi masalah ini, pihak Disnakertrans kini tengah berupaya melakukan sosialisasi serta penyuluhan ke desa-desa. Terlebih ke desa-desa yang warganya banyak berangkat ke luar negeri sebagai TKI. Meski demikian, sampai saat ini masih saja banyak calon TKI yang bandel.

Tak hanya para TKI, para sponsor yang memberangkatkan para TKI dinilainya kurang tertib dan lalai akan keselamatan para TKI. “Asal bisa memberangkatkan TKI ya sudah beres,” katanya kesal. Dari data yang dimilki Disnakertrans, tercatat ada 15 pengerah jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) yang resmi beroperasi di Kabupaten Grobogan, termasuk 50 sponsor yang bertugas mencari calon TKI.