Senin, 02 Februari 2009

Perbaikan Tanggul BSR 10 Dikebut


Saluran Darurat Untuk PDAM Diprioritaskan

GROBOGAN- Perbaikan tanggul saluran induk Bendung Sidorejo (BSR) yang ambrol di Dusun Samben, Desa Pilangpayung, Kecamatan Toroh Sabtu lalu terus dikebut. Prioritas utama para pekerja saat ini adalah membuat jaringan darurat untuk air baku PDAM. Pasalnya, pasokan air untuk pelanggan di Kecamatan Toroh dan Purwodadi tersendat.

Direktur PDAM Ir Mulyadi SP mengatakan, pihaknya telah menyiapkan 12 buah pipa berukuran 12 inchi untuk membuat jaringan darurat. Panjang pipa itu mencapai 12 meter yang dipasang tepat diatas tanggul yang ambrol. “Diharapakan dengan terpasangnya jaringan darurat ini, kebutuhan air baku IPA PDAM dapat terpenuhi untuk sementara,” terangnya ketika dihubungi Radar Kudus lewat telepon

Pihaknya berulangkali mengatakan penyesalan mendalam terkait tersendatnya pasokan air ke pelanggan. “Kami mohon maaf karena pasokan air ke pelanggan tersendat, kami terus upayakan perbaikan semaksimal mungkin,” terangnya.

Seperti yang diberitakan koran ini kemarin, saat ini pihaknya masih mengandalkan pemenuhan air baku dari Sungai Lusi. Namun, debit air dari Sungai Lusi yang bisa diambil hanya 70 liter per detik. “Jumlah ini separuh dari debit air yang biasanya dipasok melalui BSR,” terang Mulyadi.

Terpisah, Pengawas Pemasangan Pipa Bendung Sidorejo dari Balai PSDA, Setyo Wahyono kepada Radar Kudus mengatakan, perbaikan diupayakan bakal selesai dalam tujuh hari mendatang. Hingga kemarin, pihaknya masih melakukan penguatan tanah di lokasi ambrolnya tanggul, dengan menggunakan alat berat.

Disebutkan, lembeknya struktur tanah menjadi penyebab utama ambrolnya tanggul. Setelah tanah dilokasi itu usai dikuatkan, Setyo berjanji segera memperbaiki tanggul yang jebol secara permanen.

Sementara itu, kekhawatiran jebolnya tanggul dapat merusak tanaman padi siap panen milik petani di Dusun Samben tak terjadi. Sebab, air saluran irigasi di lokasi ambrolnya tanggul tidak mengalir menuju areal persawahan, melainkan langsung mengalir ke saluran pembuangan yang mengalir ke Sungai Tuntang.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura (Dispantara) Mohammad Sumarsono mengatakan, ambrolnya tanggul itu kemungkinan tak akan mengganggu kebutuhan air untuk masa tanam kedua (MT 2).

Dikatakan, hingga saat ini kebutuhan air hingga masih cukup. Terlebih, curah hujan di Kabupaten Grobogan juga masih tinggi. Sementara MT 2, kata Sumarsono, baru berlangsung pada akhir Bulan Februari. “Saat itu, perbaikan direncanakan telah selesai, sehingga air untuk kebutuhan irigasi maupun PDAM dapat terpenuhi kembali,” terangnya.

Dibalik Penutupan Sumur Minyak Warisan Belanda di Dusun Padas (1)

Penambang Tradisional Menolak Disebut Perusak Lingkungan

Ditutupnya sumur minyak tradisional di Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan oleh Perhutani KPH Randublatung membuat warga resah. Alasan kegiatan penambangan dapat mencemari lingkungan juga tak terbukti. Hingga kini, puluhan penambang di Desa Bendoharjo bersataus sebagai pengangguran.


“Tuduhan Perhutani kalau penambangan minyak di Blok Bapo Gabus mencemari lingkungan hutan itu omong kosong,” tegas Camat Gabus Tatang Wahyu JPSP ketika ditemui di Kantornya beberapa waktu lalu. Untuk membuktikan, ia pun mengajak menyambangi hutan di Dusun Padas Desa Bendoharjo, Kecamatan Gabus, tempat sumur-sumur minyak peninggalan Belanda itu berada.

Sepanjang perjalanan menuju lokasi, pemandangan di desa yang terletak di wilyah kecamatan paling ujung timur Kabupaten Grobogan itu cukup indah. Perbukitan dengan tingkat kerapatan pepohonan yang masih terjaga, semakin membuat penasaran langkah kaki untuk terus menusyuri jalan.

Dua puluh menit berkendara motor menyusuri jalanan makadam (bebatuan, red), kami, akhirnya sampai dilokasi utama penambangan minyak. Tatang, yang saat itu ditemani mandor sumur minyak, dan beberapa perangkat desa setempat, lantas menunjukan sumur yang telah ditutup itu.

“Lihat saja, tanaman di sekitar masih bagus, jadi alasan Perhutani tidak berdasar,” katanya berapi-api. Di sumur nomor tiga itu terdapat sebuah lubang sumur minyak tua. Sumur itu sebenarnya masih aktif. Karena telah ditutup, penambang pun tak bisa mengangkat emas hitam yang terkandung di perut bumi Dusun Padas itu.

Sumur nomor tiga itu di kelilingi bak terbuat dari semen. Pada tiga sudutnya, terdapat tripod yang terbuat dari tiga batang kayu glugu (batang pohon kelapa, red), yang disusun sedemikian rupa. Ketiga ujung atas batang itu kemudian dikaitkan sebuah kawat yang digunakan untuk menarik minyak dari perut bumi.

Cara mengangkat minyak di sumur nomor tiga ini cukup unik. Kawat yang dikaitkan dari sumur ke ujung tripod itu, lantas dikaitkan pada sebuah truk tua yang difungsikan sebagai penarik otomotis. Roda belakang kanan truk sengaja dilepas, yang kemudian digunakan untuk mengikat kawat tadi.

Ketika mesin dinyalakan, kawat tadi secara otomatis akan tertarik. Sebab, putaran as roda truk itu menyebabkan kawat di dalam sumur tertarik ke atas. Dari cerita para penambang, truk itu dulunya juga digunakan di sumur nomor 12, yang terletak sekitar sepuluh meter dari sumur nomor tiga.

Karena sumur nomor 12 sudah tidak aktif, truk itu kemudian dipindahkan ke sumur nomor tiga. Terbayang bagaimana susahnya para penambang memindahkan truk itu. Pasalnya, jarak sumur nomor tiga dan 12 itu, dipisahkan jurang yang cukup dalam.

Minyak yang keluar dari sumur lantas dialirkan ke dua buah bak melalui pipa yang ditanam di dalam tanah. Dua bak yang terbuat dari semen itu dijadikan alat penyaring minyak mentah. Endapan air dan kotoran lainnya kemudan dalirkan ke sebuah pipa yang terletak agak jauh dari bak pertama tadi.

Pihak penambang sengaja membuat beberapa saringan pembuangan agar limbah yang keluar tak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Sementara itu, minyak mentah murni hasil pengangkatan, kemudian ditempatkan pada sebuah tangki yang terletak bersebelahan dengan bak penyaringan tadi.

Begitulah, proses pengangkatan minyak dari perut bumi, melewati beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini, menurut Tatang, dilakukan guna mengurangi dampak pencemaran yang terjadi. Untuk meyakinkan Koran ini jika penambangan tak mencemari lingkungan, Tatang mengajak kami ke bak air limbah penambangan. “Lihat, tanaman disekitar masih tumbuh dengan bagus,” ujarnya.

Ia kemudian membandingkan rerumputan yang nampak kering kekuning-kuningan di sebelah tangki minyak hasil produksi. “Ini contoh jika tanaman rusak akibat limbah minyak, kering dan kemudian mati,” terangnya.

Tatang menyayangkan jika alasan utama pihak Perhutani RPH Padas PKPH Trembes KB KPH Randublatung menutup segala aktifitas penambangan di sumur tua itu, dikarenakan dapat memicu kerusakan lingkungan. Sebab, alasan itu tak terbukti di lapangan. “Kalau warga tak juga diperbolehkan menambang minyak, pasti Perhutani punya maksud lain atas sumur-sumur warisan Belanda ini,” katanya. (bersambung)

Dibalik Penutupan Sumur Minyak Warisan Belanda di Dusun Padas (2-habis)

Penambang Kantongi Keputusan Menteri ESDM, Perhutani Tegakkan UU Kehutanan

Proses ijin penambangan minyak secara tradisional di Dusun Padas, Desa Bendoharjo, Kecamatan Gabus, sudah mendapat ijin dari menteri Pertambangan pada tahun 1996. Bahkan, ijin itu dikuatkan dengan peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral pada tahun 2008. Saat penambang mulai beroperasi, Perhutani tiba-tiba menutup lokasi penambangan.


Mimpi warga Dusun Padas Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus untuk dapat mengelola sumur minyak tua di desa itu akhirnya terwujud. Melalui proses panjang sejak tahun 1996, akhirnya surat ijin pun keluar. Salah satu aktor yang getol memperjuangkan hak warga itu adalah Ketua KUD Widoro Kandang Gabus Mohammad Suhud.

Kepada saya, pria berkacamata ini menceritakan, pihaknya tetap bersikukuh, jika warga setempat memiliki hak penuh pengelolaan sumur-sumur tua peninggalan Belanda itu.

Melalui Kepmentanben No 1285. K/ 30/M. PE / 1996, pihaknya diijinkan mengelola sumur-sumur kaya emas hitam itu. Kategori sumur tua, menurut keputusan menteri itu, adalah sumur yang dibor sebelum tahun1970. Dijelaskan, hak pengelolaan sumur itu melalui Koperasi Unit Desa bekerjasama dengan pihak Pertamina.

Kepmen itu diperkuat dengan terbitnya Permen ESDM nomor 01 tahun 2008. Disebutkan, dalam pengelolaan sumur-sumur minyak itu, KUD juga dapat melibatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

“Jadi kami memiliki hak untuk mengelola sumur-sumur tua itu,” katanya. Mengelola menurut kepmen itu, berarti membersihkan sumur-sumur tua yang ada di areal milik perhutani seluas sekitar lima hektare di dusun itu.

Selain membersihkan, warga juga diijinkan mengangkat dan mengangkut hasil minyak mentah. Mengangkat, jelas suhud, berarti mengambil minyak mentah yang ada di perut bumu melalui sumur-sumur tua itu. “Sedangkan mengangkut berarti, mengirim hasil minyak mentah ke depo pertamina di Cepu,” jelasnya.

Dari hasil pemetaan, dilokasi itu sendiri terdapat 46 titik sumur minyak warisan Belanda. Dari jumlah itu, 22 sumur dinyatakan aktif. “Namun, yang ditambang hanya sembilan sumur saja,” terangnya.

Proses pembersihan sumur minyak sendiri baru bisa dilakukan pada Bulan Januari 2005. Pasalnya, dibutuhkan modal besar untuk melakukan proses produksi minyak. Saat itu, pihaknya berhasil menggandeng salah satu investor dari Jakarta. Sayangnya, selama proses berlangsung, investor itu memutuskan kontrak kerjasama karena alasan permodalan.

Tak patah arang, pihak KUD kemudian mencari investor baru. Pada Januari 2008, pihaknya mendapat kucuran dana investor dari Malaysia. Proses pembersihan sumur-sumur minyak itu pun dilanjutkan kembali.

Pada bulan Maret 2008, proses pengangkatan minyak pun dimulai. Dalam sehari, pihaknya dapat menghasilkan minyak mentah sebanyak 20 barel. Jumlah penambang saat itu mencapai 76 orang. Mereka bekerja dengan sistim shift, bergantian mengelola Sembilan sumur yang dioperasikan.

Dalam sehari, para penambang mendapat hnor bervariasi antar Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu. Hingga ditutup pada bulan Mei 2008, hasil produksi minyak mentah mencapai 109.500 liter. “Hasil produksi rencananya akan ditingkatkan hingga 50 barel perhari,” terangnya.

Belum lagi rencana itu terwujud, tiba-tiba pihak Perhutani KPH Randublatung menutup lokasi itu. Sejak 15 Mei tahun lalu, produksi minyak di sumur tua itu dihentikan. Pihak perhutani bersikukuh pada UU no 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Disebutkan, semua kegiatan di hutan Negara harus seijin menteri kehutanan.

Pihak perhutani juga menuding penambangan sumur minyak itu dapat mengganggu ekosistem hutan. Dikhawatirkan, tanaman milik Negara akan mati akibat tercemar limbah minyak.

Alasan itu disanggah Suhud. Ia mencontohkan, produksi sumur minyak secara tradisonal di KPH Cepu dapat terus berjalan. “Kalau di Cepu saja bisa, mengapa di sini tidak bisa?” katanya dengan nada tinggi. Terkait tudingan pencemaran, pihaknya mempersilahkan peugas KPH Randublatung untuk mengecek langsung kondisi dilapangan.

Akibat penutupan ini, puluhan penambang akhirnya menganggur. Padahal menurut Suhud, mereka harus tetap menghidupi anak istrinya. Jika ini diteruskan, pihaknya khawatir jika warga akhirnya merambah hutan. “Jika ini sampai terjadi, hutan bisa saja semakin rusak akibat penjarahan,” ujarnya.

Tanggul Saluran Induk Sidorejo Ambrol

Kebutuhan Air PDAM ke 16.200 pelanggan tersendat

GROBOGAN- Akibat ambrolnya tanggul saluran induk Sidorejo sepanjang 20 meter di Dusun Samben, Desa Pilangpayung, Kecamatan Toroh Sabtu (31/1) pagi, PDAM Purwodadi kesulitan memenuhi kebutuhan air untuk pelanggannya. Sebab, ambrolnya tanggul BSR10 itu, menyebabkan air dari Bendung Sidorejo lari ke saluran pembuangan yang mengairi areal pertanian di sisi barat tanggul.

Menurut keterangan kepala unit PDAM Toroh Saemuri, produksi air di wilayahnya lumpuh total. Dampaknya, 553 pelanggan PDAM di Kecamatan Toroh tak bisa mendapatkan air bersih. “Kami upayakan dalam waktu dekat ini aliran air bias normal kembali,” jelasnya ketika ditemui di lokasi kejadian kemarin.

Tak hanya pelanggan di Kecamatan Toroh, Pelanggan di Purwodadi juga terancam tak mendapat kiriman air. Pasalnya, bahan baku air yang diolah di instalasi pengolahan air (IPA) PDAM di Kelurahan sambak, Purwodadi, juga mengandalkan pasokan air melalui saluran induk itu. “Air baku IPA dari Waduk Kedungombo juga dialirkan ke BSR 1 hingga BSR 13 melalaui saluran ini,” Tambahnya.

Terhentinya pasokan air dari saluran itu juga diungkapkan Direktur PDAM Ir Mulyadi SP. Untuk mengatasi hal itu, pihaknya kini mengandalkan air baku dari Sungai Lusi. “Debit dari Sungai Lusi hanya 70 liter per detik atau separuh dari debit air yang biasanya dipasok melalui BSR," terang Mulyadi.

Ambrolnya saluran itu, menurut keterangan Pengawas Pemasangan Pipa Bendung Sidorejo dari Balai PSDA, Setyo Wahyono diakibatkan umur tanggul yang sudah tua. Dikatakan, hingga kini, tanggul sudah berumur lebh dari 20 tahun. “Longsor juga dipicu oleh struktur tanah yang lembek karena hujan yang terus mengguyur selama tiga hari terahir,” terangnya kemarin.

Setyo menambahkan, longsor sepanjang 20 meter dengan kedalaman empat meter itu berada persis di avur (saluran pembuangan, red). Penyebab longsor diduga akibat retaknya dinding tanggul sehingga air mengikis tanah.

Dikatakan, saat ini pihaknya memang sedang melakukan pendataan bagian tanggul yang rusak. Dikatakan Setyo, kebocoran di lokasi longsor itu sebenarnya sudah diketahui sejak Rabu (28/1). “Namun belum sempat diambil tindakan perbaikan ternyata sudah jebol,” jelasnya.

Ia mengatakan, perbaikan akan segera dilakukan untuk mengurangi dampak kerugian yang lebih besar. Terlebih, sebentar lagi petani akan menghadapi musim tanam kedua. “Begu sudah kami operasikan, semoga perbaikan rampung dalam waktu dekat ini,” harapnya.

Dari pantauan Koran ini, hingga kemarin puluhan petugas PDAM, Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A) bersama Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA), tengah mengupayakan perbaikan dengan membuat tanggul darurat di lokasi longsor. Pihak PDAM pun telah mendatangkan puluhan pipa untuk menalurkan air di lokasi itu.

Long Terod rusak, Bus Terguling

Satu Penumpang Luka Berat, Tujuh Lainnya Luka Ringan

GROBOGAN-Jalan bergelombang ruas Penawangan-Putatsari kemarin (1/2) pagi memakan korban. Bus PO Primkopad jurusan Semarang-Blora sekitar pukul 08.15 WIB terguling setelah long terod stirnya tak berfungsi. Menurut salah seorang penumpang, Sriwati, 52, bus saat itu melaju dengan kecepatan cukup tinggi.

Diceritakan, bus berpenumpang delapan orang itu melaju dari arah semarang menuju Purwodadi. Saat melintas di ruas jalan cor beton di Kawasan Putatsari, bus sebenarnya masih dalam keadaan baik. Namun, saat melintasi beberapa lubang pada ujung ruas jalan cor beton itu, badan bus tiba-tiba tergoncang.

“Setelah goncangan itu, tiba-tiba badan bus melaju ke arah kiri jalan dan akhirnya terguling ke sawah,” tuturnya. Penumpang pun kaget atas kejadian itu. Mereka kemudian berusaha menyelamatkan diri dengan memecah kaca jendela bus bernomor polisi K 1485 AF itu.

Beruntung tujuh orang penumpang dapat selamat dan hanya menderita luka ringan. Namun, satu penumpang bernama Purwati, 54, warga Perumahan Graha Mukti Semarang, mengalamai luka cukup serius. “Tangan adik saya patah dan kulitnya sobek sekitar sepuluh senti,” kata Sriwati. Korban lantas dilarikan ke RS Yakkum Purwodadi untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

Sopir bus nahas Budi Wahono, 45, mengatakan, ia sudah berusaha mengendalikan bus saat kejadian berlangsung. Namun, mengetahui long terod rusak, ia pun mencoba mengerem laju busnya. “Bus saat itu melaju dengan kecepatan sedang, kalau ngebut, pasti akan lebih parah jadinya,” ujar warga Penawangan itu.

Proses evakuasi badan bus itu sendiri sempat menyebabkan kemacetan sepanjang satu kilometer. Pasalnya, untuk mengangkat badan bus, petugas hanya menggunakan dua derek manual yang diikatkan pada dua buah batang pohon, Sementara itu, sepuluh orang menarik rantai derek secara manual.

Setelah dua puluh menit proses evakuasi, bus akhirnya dapat ditarik. Kemacetan pun kemudian dapat diurai oleh petugas. Sementara itu, beberapa penumpang kemudian memilih untuk melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus lain.