Minggu, 28 Desember 2008

Ipung Mashudi, 15 Tahun Menjadi Penyiar Radio



Ingin Tetap Melestarikan Tradisi Budaya Jawa

Program gending tayub mendapat tempat khusus di hati pendengar Radio di Rembang dan daerah Pantura lainnya. Salah satu penyiar program acara tayub bertajuk Langen Bahari di Radio Citra Bahari (CB) Rembang, Ipung Mashudi, adalah sedikit diantara penyiar kawakan yang mampu menyuguhkan program ini secara apik. Berikut kisah penyiar yang sudah 15 tahun malang-melintang menjadi penyiar radio, seperti yang dituturkan kepada Radar Kudus.

Tak seperti program acara lainnya, program Gending Tayub Langen Bahari (LB) disiarkan dalam bahasa Jawa Kromo Inggil. Karena membawakan program acara seperti ini memiliki tingkat kesulitan tinggi, banyak penyiar yang kemudian angkat tangan ketika ditugasi membawakan program serupa.
Namun tidak bagi seorang Ipung Mashudi. Istri dari H Mashudi ini begitu antusias ketika ditugasi untuk mengasuh program ini. Menurutnya, membawakan program radio berbahasa Jawa cukup menantang. Terlebih, melalui program siaran itu, ibu berputra dua ini bisa terus melestarikan Bahawa Jawa.
Seperti hari-hari sebelumnya, pukul 07.00 WIB, Mbak Ipung, begitu ia akrab disapa, sudah tiba di studio Radio CB. Meskipun acara LB baru dimulai pukul 09.00 WIB, namun. Ia selalu datang pagi di studio. Banyak kesibukan menantinya, termasuk mempersiapkan program berita, yang disiarkan sebelum program LB.
Ketika jarum jam tepat menunjuk angka sembilan, itu berarti LB harus mengudara. Ia pun bergegas masuk studio, menyiapkan daftar lagu gending tayub yang sedang populer akhir-akhir ini.
Satu dua telpon masuk ke studio. Dengan berbahasa Jawa kromo Inggil, ia selalu melayani setiap telpon yang masuk. Pernah suatu kali, ada seorang penelpon yang mengancam, jika tidak diputarkan gending kesukaannya, penelpon itu siap “menggruduk” studio di bilangan alun-alun rembang itu. “Ampun purik ngoten tho mbak (jangan marah gitu mbak,red),” rajuknya kepada si penelpon.
Begitulah, setiap hari ada saja penelpon yang minta diputarkan gending ini dan itu. Ia pun hafal akan perilaku penggemarnya. Bahkan, ada salah seorang penggemar dari Semarang yang menelpon ke studio, hanya untuk mendengarkan suara Mbak Ipung. “Ha..ha.. Padahal siaran LB tak mampu di tangkap di Semarang,” katanya sembari tertawa kecil.
Usut punya usut bapak penelpon tadi sering mendengarkan siaran LB ketika masih berdomisili di Kota Blora. Dituturkannya, saking hafalnya jam siaran LB, begitu ia pindah ke Semarang, bapak tadi tetap saja menelpon ke CB ketika LB diudarakan. “Kalau sudah mendengan suara
Mbak Ipung sudah plong rasanya,” kata Ipung menirukan si penelpon.
Saking populernya nama Ipung Mashadi, banyak juga penelpon yang masuk ke CB untuk menanyakan jati dirinya. Tapi seperti biasa, ia selalu menjawab seperlunya. Bukannya apa-apa, ia jedi pekewuh, takut jika nanti pendengar kecewa ketika sudah bertemu.
Seringkali pendengar mengatakan suara penyiar ini bagus, pasti juga cantik orangnya. “Tapi kemudian banyak yang akhirnya kecewa ketika telah bertemu,” kata perempuan yang masih energik di usia 50an tahun ini.
Menjadi penyiar memang sudah menjadi impiannya sejak usia remaja. Ketika masih duduk di bangku sekolah menengah, ia seringkali mendengarkan siaran Radio Republik Indonesia (RRI). Ia bahkan seringkali berlatih membacakan berita, sembari menirukan para penyiar RRI kala itu.
Salah seorang penyiar RRI yang ia gandrungi adalah Sazli Rais. “Suaranya berat, mantap kalau sedang membawakan program berita,” tutur Ipung. Ia pun bermimpi suatu saat bertemu dengan sang Idola.
Karena ia tinggal di Rembang, jauh sekali dengan studio RRI di Semarang, ia pun tak bisa mewujudkan mimpinya itu. Tak hilang akal, ia kemudian sering menulis surat ke RRI. Bersama seorang temannya, ia kerapkali membeli kertas folio yang kemudian ditulisi surat berisi atensi ke radio itu. “Bangga sekali ketika surat kita dibacakan,” kenangnya bangga.
Kesempatan menjadi seorang penyiar pun akhirnya tiba, Pada tahun 1978, ia ditawari menjadi penyiar di radio CB yang kala itu masih bernama RSPD. Tiga tahun menjadi penyiar, ia harus mundur karena harus mengikuti suami yang mendapat tugas di daerah. Ia pun nurut pada sang suami.
Jauh dari studio bukan berarti putus dengan dunia radio. Kala itu, ia mengaku masih sering mendengarkan program radio. Beruntung, kesempatan kedua itu muncul lagi. Ketika sang suami pindah tugas di Rembang Kota, tawaran menjadi penyiar radio pun datang lagi.
Tanpa berpikir panjang, ia pun mengambil kesempatan itu. Terlebih, sang suami mendukung penuh aktifitasnya itu. Sejak awal tahun 1990 itulah, suara mbak Ipung dengan tawanya yang khas kembali mengudara.
Karena ingin mengukur kemampuannya, ia pernah suatu kali ikut kontes membaca berita yang diadakan oleh RRI Semarang. Tanpa sepengetahuan pihak kantor, ia pun mendaftarkan dirinya pada ajang kompetisi itu.
Dengan modal kemampuan yang tak diragukan lagi, ia pun mampu menyisihkan ratusan kontestan lainnya. Hingga akhirnya menembus babak final, ia akhirnya menjadi juara kedua pada lomba itu. Meski tak menjadi juara satu, ia cukup berbangga. Pasalnya, yang menjadi juara satu dan tiga, adalah para penyiar TVRI yang tentunya sudah berpengalaman.
Tak disangka-sangka, mimpi yang telah ia rajut puluhan tahun lalu menjadi kenyataan. Ketika sedang bersalaman dengan para juri. Ia sontak terkaget ketika bersalaman dengan salah seorang juri. Ia hafal betul suara itu. “Anda pak Sazli Rais yang siaran di RRI itu ya,” tanyanya polos. Laki-laki yang berdiri dihadapannya pun mengiyakan.
Senang bukan kepalang, ia pun sempat melonjak ketika laki-laki yang tepat dihadapannya itu adalah sang idola masa lalunya. Orang-orang disekitar hanya bisa melongo. “Mungkin mereka pikir, lagi ngapain ya perempuan ini,” katanya sambil tertawa.
Jika dihitung sudah 15 tahun lebih ia mengudara. Ia pun mengaku tak pernah merencanakan untuk mundur dari dunia radio. “Lebih banyak sukanya, ketimbang susahnya,” tegasnya. Melalui program berbahasa Jawa LB inilah, ia bertekad untuk terus melestarikan tradisi gending tayub dan Bahasa Jawa. “sedih rasanya jika anak-anak muda sekarang tidak bisa berbahasa Jawa,” kata Ipung.

1 komentar: