Rabu, 24 Desember 2008

Menjual Arang Hingga Ke Mancanegara

Sering Dicemooh banyak Orang Karena Anggap Briket Kurang Efisien


Ketika minyak tanah mulai susah dicari, banyak orang yang kemudian beraih ke bahan bakar alternatif lainnya. Salah satunya adalah briket arang. Terlebih, bahan bakar padat berwarna hitam ini, konon mampu menghangatkan masakan lebih lama. Berikut liputan yang mengintip proses pembuatan briket arang, yang telah banyak dikenal hingga mancanegara.

Saiful Annas, Rembang

Rumah bercat putih itu penuh dengan ribuan karung berisi arang kayu. Oleh Ruri yustianti, rumah miliknya itu dijadikan gudang penyimpanan hasil produksi kayu arang miliknya. Hampir semua ruangan di rumah itu penuh dengan karung-karung berisi arang, yang sedianya akan diekspor ke Hongkong.

Tak jauh dari rumah itu, berdiri sebuah “pabrik” yang digunakan untuk mengolah arang atau yang lebih dikenal dengan sebutan briket arang. Sudah lebih dari lima tahun, Ruri dan suaminya Aklis Sholikin menggeluti bisnis briket arang ini.

Sedangkan di jalan depan rumahnya di Desa Sendang Agung Kecamatan Kaliori itu, telah menunggu sebuah truk trailer berwarna merah. Tampak lima orang kuli panggul sedang memindahkan karung-karung itu dari rumah ke truk itu. “Setiap minggu kami kirim briket arang ke Hongkong sebanyak 20 ton,” tutur Ruri.

Membuat briket arang memang telah menjadi impiannya sejak menikah dengan Aklis. Pasalnya, bisnis ini menjanjikan banyak keuntungan. Terlebih, bahan baku untuk membuat arang mudah ditemui.

Dikatakannya, briket arang tak hanya dihasilkan dari arang kayu. Dalam waktu dekat ini, ia berencana mengembangkan briket yang berasal dari ampas tebu dan juga sampah. “Bahan baku masih banyak tersedia,” tutur Ruri.

Ia memang tidak membuat arang dari bahan mentah hingga menjadi briket. dituturkannya, butuh banyak waktu untuk mengolah briket dari banhan mentah hingga menjadi briket jadi. Untuk lebih menghemat waktu, ia melakukan kerjasama dengan para pembuat arang di daerah Wonogiri dan Jogjakarta.

Ruri sengaja mendatangkan bahan setengah jadi ke pabrik pengolahan briketnya. di tempat itu, arang-arang tersebut kemudian dicetak dan dikemas dalam kardus. Ini dilakukan semata-mata untuk menghemat waktu. Terlebih dengan cara ini, akan diserap lebih banyak tenaga kerja di daerah yang dimaksud.

Meski usahanya telah maju dan produk briket arangnya telah dikenal di dunia. Ia justru merasa prihatin. Pasalnya, masih sedikit warga lokal yang menggunakan briket sebagai bahan bakar. Pelangganya yang berasal dari dalam negeri hanya terbatas dari Kota Jogjakarta dan Jakarta. “Umumnya mereka adalah para pedagang kaki lima,” katanya.

Bukan berarti ia tak mau mengenalkan produknya untuk pasar lokal. Ia justru sering melakukan sosialisasi tentang apa dan bagaimana penggunaan briket arang. Sayangnya, ia seringkali dicemooh banyak orang. Warga berdalih, selama masih ada minyak tanah buat apa repot-repot memasak pakai briket.

“Sekarang ketika minyak sedang langka, apa ya masih mau bergantung terus pada minyak,” katanya dengan nada tinggi. Ia kemudian gencar melakukan pameran di beberapa kota. Tak jarang ia juga mendemonstrasikan penggunaan briket untuk keperluan memasak.

Dikatakannya, menggunakan briket memang lebih repot ketimbang bahan bakar lainnya. Tapi jika diukur dari anggaran pengeluaran, justru akan lebih murah jika mau menggunakan briket. Terlebih ada bau khas yang keluar selama proses pembakaran arang. Bau inilah yang disukai orang-orang luar negeri. “Baunya eksotis katanya,” terang Ruri.

Dijelaskanya, harga satu kilogram briket di pasaran hanya sekitar Rp 2.500. Dalam satu pak terdapat 12 batang briket. Untuk memasak, kita hanya butuh tiga sampai empat batang briket. Batang-batang briket itu pun masih dapat dipotong sesuai dengan keperluan lama tidaknya proses memasak.

Ia mengatakan, jika dihitung-hitung, pengeluaran keluarga untuk keperluan memasak dapat ditekan jika mau menggunakan briket. “Sayangnya susah mengubah persepsi masyarakat,” keluhnya.

Walau demikian, kondisi demikian dijadikan tantangan bagi Ruri dan suaminya. Dalam waktu dekat ini, ia berencana untuk menambah tenaga pemasaran dan sosialisasi. Ia menginginkan briket akan dijadikan bahan bakar untuk memasak di setiap keluarga.

Bukan berniat hanya untuk memperkaya diri. Lebih dari itu, ia merasa sedih jika briket arang justru dimanfaatkan orang luar negeri. “Kita yangmempunyai kekayaan, tapi justru orang luar yang menikmati,” katanya dengan suara lirih.

2 komentar:

  1. apakah sampai sekarang bisnisnya masih berlanjut??

    BalasHapus
  2. Saya punya arang kyu jati sama maoni, tapi hancur/ lembut, krna saya produk bubok kopi, apa masih laku di jual, saya posisi di rembang, kc sumber, dsa legok sukorejo

    BalasHapus