Rabu, 14 Januari 2009

TK Karanganyar I, Bertahan di Tengah Mahalnya Biaya Pendidikan

Hanya Tarik Iuran Rp 10 Ribu perbulan

Tak bisa dipungkiri lagi jika biaya pendidikan semakin mahal saja. Bahkan, untuk pendidikan Pra sekolah seperti TK dan Play group, orang tua harus merogoh kantong hingga jutaan rupiah. Meski Demikian, TK yang terletak di pelosok pedesaan masih tetap bertahan dengan biaya yang terjangkau. Seperti TK Karanganyar I, mencoba untuk tetap bertahan agar anak-anak di desa itu bisa mengenyam pendidikan pra sekolah. Berikut kisahnya.


Berbeda dari gedung Taman Kanak-kanak (TK) lainnya, bangunan TK Karanganyar I sangat sederhana. Hanya ada satu ruangan di TK itu. Selain menjadi ruang kelas untuk 47 siswanya, gedung utama itu juga menjadi tempat Sri Rahayuningsih dan Suwarti berkantor.

Di “kantor” itu, hanya ada satu buah bangku dengan dua kursi saja. Diatasnya, terletak tumpukan buku raport siswa, puluhan alat peraga berupa huruf-huruf dan tali-temali. Tak ada sekat pembatas antara kantor dan ruang kelas itu. Semuanya menyatu di bangunan seluas tujuh kali empat meter itu.

Sementara itu, seluruh siswa TK Karanganyar I duduk melingkar pada tiga meja terpisah. Mereka duduk melingkar di kursi setinggi sekitar 40 cm berwarna kuning. Semua tas dan perlengkapan siswa, dicentelkan di tautan tas yang terletak di sebelah selatan ruang kelas, persis di bawah jendela.

Langit-langit ruang kelas itu tak ditutup eternit. Jika pandangan mata dilayangkan ke atas ruangan, mata langsung tertuju pada genting yang menutup bagian atas kecil. Di beberapa bagian, genting terlihat mulai retak. Bisa dibayangkan, jika hujan turun, air hujan akan bocor dan menetes di dalam ruang kelas itu.

Diluar ruang kelas sebelah timur, terdapat ayunan dan jungkat-jungkit terbuat dari besi yang warnanya mulai luntur. Mungkin ketika dulu pertama kali dibeli, warna kuning berpadu hijau sangat mencolok. Dua meter di sebelah barat kedua permainan itu, terdapat prosotan yang terbuat dari semen. Jika dibandingkan usianya, sepertinya prosotan itu adalah permainan tertua yang di miliki TK Karang Anyar I.

Ya, mungkin permaianan anak-anak itu menjadi satu-satunya identitas gedung itu sehingga layak disebut TK. Karena papan nama TK Karang Anyar I yang terletak persis di depan gedung, tulisannya sudah tak terbaca lagi. Cat tulisan pada papan kayu itu sudah terkelupas oleh panas dan hujan. Papan nama itu pun tak lagi mampu berdiri tegak.

Meski kondisi serba sederhana, 27 siswa putra dan 20 siswa putri TK itu terlihat begitu semangat belajar di gedung sekolahnya. Ketika koran ini berkunjung di TK yang terletak 10 km sebelah timur Kota Purwodadi itu, semua anak didik TK sedang bermain permainan “merajut huruf”.

Menurut Sri Rahayuningsih, yang juga bertindak sebagai kepala TK, permaianan itu menjadi salah satu permainan favorit anak didiknya. Dijelaskan, anak-anak diberi sebuah huruf yang terbuat dari plastik kecil. Di antara bentuk huruf itu terdapat lubang-lubang, yang nantinya akan dirajut dengan tali.

Usai lubang huruf dirajut, ibu Sri lantas diminta melafalkan huruf apa itu. Tanpa ditujuk satu demi satu, semua sisiwa kontan berebut meneriakan huruf yang dipegangnya. Suasana sangat riuh. Setiap anak berlomba-lomba meneriakan sekeras-kerasnya huruf yang dipegangnya itu.

Setiap anak begitu menikmati permainan. Hingga tak terasa jarum jam sudah menunjuk angka 09.30 WIB. Itu artinya jam istirajat telah tiba. Ibu Sri pun mempersilakan siswanya untuk keluar satu demi satu, sembari membagi-bagikan uang receh sebesar Rp 500 kepada setiap anak. “Itu uang sau yang dititipkan orang tuanya,” jelas lulusan PGTK IKIP (Unnes) tahun 1992 itu.

Tak ada yang istimewa dari keseharian siswa TK itu. Tak ada jam makan siang dengan menu empat sehat lima sempurna, makanan ringan atau pelajaran komputer layaknya di TK unggulan di kota besar lainnya. Setiap hari, siswa berangkat tepat Pukul 07.00 WIB dan Pulang pada Pukul 09.30 WIB. Dalam rentan itu, sisiwa bisa menikmati istirahat selama 15 menit tepat pada Pukul 09.30 WIB.

Tak ada pelajaran khusu, seperti komputer dan bahasa inggris. “Kurikulum mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh dinas pendidikan,” terang Sri. Pelajaran membaca dan berhitung di ajarkan melalui metode permainan, seperti permaian merajut tali itu.

Para siswa hanya dipungut Rp 10 ribu tiap bulannya. Jauh jika dibandingkan dengan TK unggulan, bahkan Playgroup yang bisa jutaan rupiah setiap bulannya. Dari hasil iuran itulah, biaya operasional TK itu ditutup. Memang, jumlah itu masih jauh dari cukup.

Disebutkan, hasil pengumpulan iuran itu digunakan untuk membeli alat tulis dan mengganti perlengkapan permainan yang mulai rusak. Setelah dipotong untuk dana cadangan, sisa hasil iuran itu lantas digunakan untuk honor Ibu Sri dan Suwarti. “Yah beginilah, meski serba sederhana, semuanya harus terus tetap berjalan,” kata Sri.

Ia menambahkan, Sebelum memempati gedung TK Karanganyar yang terletak persis di sebelah barat Kantor Kepala Desa Karanganyar itu, gedung sekolah berpindah-pindah. Disebutkan, sejak TK itu berdiri pada tahun 1967, ruangan kelas telah berpindah kelas puluhan kali. Ia mengatakan, pernah TK itu menempati ruangan di balai desa, hingga menumpang di sebuah sekolah dasar di Desa Karanganyar. “Baru Tahun 2000 kami menempati gedung ini,” jelasnya.

Dikatakan, jika TK sampai tutup, bisa dipastikan anak-anak di Desa Karanganyar itu tak bisa menikmati pendidikan pra sekolah. Pasalnya, untiuk menyekolahkan anak di TK lainnya, jaraknya lumayan jauh. Imbasnya, orang tua kalau harus mengantar dan mengawasi anaknya karena gedung TK jauh dari rumahnya. “Jika dekat rumah, anak bisa ditinggal,” jelasnya. Dengan demikian, orang tua masih bisa bekerja menggarap sawahnya.

Ibu Sri dan Suwarti mengaku akan tetap memperthankan keberadaan TK Karanganyar I itu. Meski demikian, ia tetap berharap pihak terkait lebih memperhatikan kesejahteraan para guru TK seperti mereka. “Setidaknya, agar kami lebih tenang dalam menjalankan tugas ini,” katanya berharap.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar